Untuk melihat seberapa besar ketergantungan sektor ekonomi dan energi Indonesia pada batu bara dari perspektif internasional, kita dapat menggunakan Coal Transition Exposure Index (CTEI) dari International Energy Agency (IEA). Indeks ini terdiri dari empat kategori ketergantungan, di mana setiap kategori memiliki dua indikator terukur.
CTEI mencakup 21 negara dan mencakup produsen dan konsumen batu bara terbesar, mewakili lebih dari 90% produksi dan konsumsi batu bara global. Setiap indikator dinormalisasi untuk memberikan skor agregat pada berbagai indikator. Skor gabungan yang dinormalisasi untuk setiap kategori dimasukkan ke dalam kuintil, dengan masing-masing diberi skor kualitatif: rendah, sedang rendah, sedang tinggi, tinggi, sangat tinggi.
Indonesia mendapat skor tertinggi dari 21 negara pada CTEI agregat. Ketergantungan sektor energi Indonesia pada batu bara masuk dalam kategori sedang tinggi. Batu bara di Indonesia menyumbang hampir sepertiga dari pasokan energi total dan 60% dari pembangkitan listrik. Hal ini lebih rendah daripada China, di mana batu bara menyumbang sekitar 60% dari pasokan energi total dan sekitar 65% dari pembangkitan listrik.
Indonesia mendapat skor tinggi pada kategori kesenjangan pembangunan karena GDP dan konsumsi energinya per kapita yang relatif rendah. Namun, Indonesia mendapat skor yang sangat tinggi pada ketergantungan ekonomi, hanya Australia dan Mongolia yang memiliki pangsa ekspor batu bara yang lebih tinggi dari total ekspor barang. Demikian pula, Indonesia mendapat skor yang sangat tinggi pada kategori penguncian fisik karena umur yang sangat muda dari kapitalnya.
