Berdasarkan The Sustainable Development Goals Report 2024 oleh United Nation (UN), tingkat pengangguran wanita tertinggi ditemukan di wilayah Afrika Utara dan Asia Barat. Tingkat pengangguran perempuan di sana mencapai 14,6% pada 2023.
Di posisi kedua, tingkat pengangguran perempuan tertinggi berada di Amerika Latin dan Karibia, nilainya mencapai 7,5%. Wilayah dengan tingkat pengangguran wanita terendah adalah Oseania dengan 3,3%. Secara global, tingkat pengangguran wanita di dunia mencapai 5,2% di 2023.
Dalam banyak budaya, perempuan diharapkan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan perawatan keluarga, termasuk merawat anak-anak atau orang tua yang sudah lanjut usia. Hal ini sering kali menghalangi mereka untuk dapat bekerja penuh atau mencari pekerjaan sama sekali.
Stereotip sosial yang menganggap bahwa perempuan seharusnya lebih fokus pada rumah tangga daripada bekerja di luar seringkali membatasi peluang kerja bagi perempuan.
Di beberapa negara, norma budaya bahkan melarang perempuan bekerja di luar rumah, terutama di sektor-sektor yang dianggap tidak cocok untuk perempuan.
Perempuan yang bekerja juga cenderung dibayar lebih rendah dibanding pria, menunjukkan masih adanya ketidaksetaraan gender di lingkungan kerja. Beberapa kesempatan yang diberikan pada pria di lingkungan kerja kadang tidak diterima oleh wanita, diskriminasi gender masih terasa jelas di beberapa negara.
Tidak hanya itu, kurangnya perlindungan hukum dan kebijakan yang mendukung perempuan selama bekerja, seperti cuti kehamilan atau cuti melahirkan, membuat banyak perempuan terpaksa berhenti dari pekerjaannya.
Dalam situasi ketidakstabilan ekonomi, perempuan sering kali menjadi kelompok yang pertama kali mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di sektor-sektor yang sudah mendiskriminasi perempuan.
Baca Juga: Jumlah Pengangguran Indonesia 2024, Apakah PHK Massal Akan Berpengaruh?
