Laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang dipublikasikan oleh Queensland Centre for Mental Health Research (QCMHR) yang bekerja sama dengan Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada, menunjukkan bahwa 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki satu gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.
Dalam laporan I-NAMHS disebutkan juga bahwa persentase remaja Indonesia dalam kelompok umur 10-17 tahun yang mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir mencapai angka 5,5% atau setara dengan 2,45 juta remaja Indonesia.
Adapun seorang remaja dianggap memenuhi kriteria DSM-5 untuk gangguan mental yang diberlakukan dalam survei ini adalah mereka yang memenuhi semua syarat gejala (kondisi yang disebut 'memenuhi ambang batas atau full threshold) dan memiliki hendaya akibat gejala-gejala tersebut.
"Diagnosis ini mengikuti algoritma skoring terstandar yang telah ditetapkan oleh DISC-5," tulis QCMHR dalam laporannya.
Lantas jenis gangguan mental apa saja yang paling banyak dialami oleh remaja usia 10-17 tahun di Indonesia dalam 12 bulan terakhir?
Hasil survei I-NAMHS menunjukkan gangguan cemas menjadi gangguan mental yang paling banyak dialami oleh remaja dengan prevalensinya mencapai 3,7%.
Diikuti dengan gangguan depresi mayor (1%), gangguan perilaku mayor (0,9%), Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD (0,5%), dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD (0,5%).
Adapun pada gangguan mental yang diteliti, hendaya atau gangguan fungsi yang paling lazim adalah pada domain keluarga, yaitu sebesar 83,9% atau sebanyak 259 orang dari 309 remaja mengalaminya. Diikuti dengan teman sebaya (62,1%), sekolah atau pekerjaan (58,1%), dan distres personal (46%).
Secara keseluruhan prevalensi antara remaja laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Di mana prevalensi remaja laki-laki yang mengalami gangguan mental sebesar 5,8%, sedangkan perempuan sebesar (5,1%).