Pembangunan merupakan suatu hal penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Tidak hanya untuk kemajuan ekonomi, kegiatan pembangunan juga penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta menjaga stabilitas sosial dan politik. Sayangnya, aktivitas pembangunan terkadang masih terpusat pada suatu daerah saja dan seringkali menciptakan sebuah ketidakadilan.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) membuat indeks pembangunan ekonomi inklusif sebagai sebuah alat untuk mengukur dan memantau sejauh mana tingkat inklusivitas pembangunan Indonesia baik pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Indeks pembangunan ekonomi inklusif mengukur inklusivitas pembangunan di Indonesia melalui aspek pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan, serta akses dan kesempatan.
Angka indeks tersusun atas 3 pilar dan 8 sub-pilar serta 21 indikator pembentuk indeks pembangunan ekonomi inklusif. Indeks diukur pada rentang 0-10, nilai indeks 0 menandakan kondisi yang terburuk, sementara nilai indeks 10 menandakan kondisi yang terbaik.
Berdasarkan data Bappenas, pada tahun 2023, Bali menjadi daerah dengan pembangunan ekonomi paling inklusif dengan skor indeks sebesar 7,04. Kepulauan Bangka Belitung menyusul di urutan kedua dengan nilai indeks di angka 7. Peringkat ketiga provinsi dengan pembangunan yang inklusif jatuh kepada Kepulauan Riau, dengan nilai sebesar 6,95.
Maluku Utara memiliki skor indeks pembangunan ekonomi inklusif di angka 6,82, menempati posisi keempat dengan nilai indeks tertinggi. Sulawesi Tengah berhasil masuk ke dalam lima besar dengan skor indeks di angka 6,81.
Kalimantan Timur berada di peringkat keenam dengan raihan skor sebesar 6,79. Sementara itu, peringkat ketujuh ditempati oleh provinsi di Jawa yaitu DI Yogyakarta dengan nilai indeks sebesar 6,71.
Baca Juga: Transformasi Indonesia Menuju Pembangunan Berkelanjutan
