Di zaman serba modern ini, kehidupan manusia tak dapat dipisahkan dari kehadiran teknologi. Kehadiran gawai dan internet telah mempererat ketergantungan manusia terhadap teknologi.
Penggunaan teknologi tentunya memiliki berbagai dampak positif bagi peradaban manusia, namun hal ini juga berdampak pada tingginya konsumsi listrik. Berdasarkan laporan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RKUN) 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), konsumsi listrik Indonesia pada tahun 2024 telah menyentuh angka 430 terawatt-hour (TWh).
Tingginya konsumsi listrik dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, emisi karbon dalam jumlah yang besar dapat dilepaskan ke atmosfer dalam proses pembangunan maupun operasional sebuah pembangkit listrik. Pembangkit listrik dari sumber energi fosil menghasilkan emisi yang lebih besar dibandingkan pembangkit listrik menggunakan energi baru dan terbarukan.
Sayangnya pada tahun 2024, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), 85% (85,79 GW) pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan bakar fosil. Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Mulut Tambang (PLTU/MT) bertenaga batu bara memiliki proporsi terbesar yaitu di angka 53% atau sebesar 53,81 GW.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Gas Uap/Mesin Gas/Mesin Gas Uap menyusul di urutan kedua dengan (PLTG/GU/MG/MGU) dengan total kapasitas sebesar 26,17 GW atau 26% dari total kapasitas pembangkit listrik di Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel menjadi pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil dengan proporsi kapasitas terkecil, hanya sebesar 6% atau 5,82 GW.
Kapasitas pembangkit listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) terpaut jauh dari bahan bakar fosil di angka 14,90 GW atau hanya 15% dari kapasitas pembangkit listrik di seluruh Indonesia. Pembangkit Listrik Tenaga Air/Mini Hidro/Mikro Hidro (PLTA/M/MH) jadi pembangkit listrik berbasis EBT terbesar dengan kapasitas di angka 7,06 GW atau sebesar 7%. Pembangkit Listrik Tenaga Bioenergi (PLT Bio) menyusul di urutan kedua dengan proporsi kapasitas sebesar 4% atau 3,7 GW.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berada di posisi ketiga dengan kapasitas 2,64 GW atau 3% jika dilihat dalam persentase. Terdapat 1% kapasitas dari pembangkit lainnya yang meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 0,91 GW, Pembangkit Listrik Tenaga Gempa Bumi (PLTGB) dengan kapasitas 0,45 GW, Waste Heat Boiler dengan kapasitas hanya 0,18 GW, serta Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dengan kapasitas terkecil yaitu di angka 0,15 GW.
Baca Juga: Bahan Bakar Fosil Masih Jadi Sumber Energi Utama di Dunia