World Health Organization (WHO) mencatat bahwa meskipun sudah tujuh sejak perumusan SGDs, beberapa negara di Asia Timur dan Pasifik masih kekurangan akses terhadap layanan air minum yang dikelola secara aman.
Organisasi yang berkecimpung di bidang kesehatan itu mengkategorikan layanan air minum menjadi empat kategori. Terdapat surface water (air permukaan), unimproved (tidak diperbaiki), limited (terbatas), basic (standar) dan safely managed (terkelola dengan aman).
Masing-masing kategori tersebut memiliki kriteria masing-masing. Air permukaan merupakan air yang berada di atas tanah (sungai, sungai, danau, lahan basah, waduk).
Unimproved atau tidak diperbaiki merupakan sumber air yang sudah dikelola namun tidak melalui purifikasi yang matang. Beberapa contohnya adalah sumur yang tidak terlindungi, mata air yang tidak terlindungi, air yang dijual oleh pedagang dan air yang disediakan oleh truk tangki.
Sesuai namanya, limited berarti layanan air minum yang terbatas. Menurut WHO, terbatas dalam ini memiliki artian sumber air layak namun untuk mengumpulkannya butuh waktu lebih dari 30 menit. Apabila harus mengantri untuk mendapatkan sumber air tersebut, maka dapat juga dikategorikan menjadi limited.
Basic atau kategori standar merupakan sumber air yang dikelola secara baik dan mencakup air pipa, sumur hasil bor atau gali yang terlindungi dari kontaminasi, mata air, air hujan, dan air kemasan. Sementara itu, safely managed atau kategori yang terkelola dengan aman adalah sumber air paling baik dan dapat diakses di lokasi, tersedia bila diperlukan dan bebas dari kontaminasi tinja dan bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh.
WHO turut meneliti perkembangan layanan air minum di negara Asia timur-Pasifik berdasarkan empat kategori tersebut, termasuk Indonesia.
Berdasarkan laporan WHO, terlihat persentase tersedianya layanan air minum di Indonesia tidak bertambah secara signifikan. Di tahun 2015, terdapat kurang dari 1% penduduk Indonesia mengandalkan sumber air terbatas (limited), 2% masih mengandalkan air permukaan (surface water), dan 9% lainnya mengandalkan sumber air yang tidak diperbaiki (unimproved). Selain itu, 60% penduduk mendapatkan pengelolaan air standar dan hanya 28% penduduk Indonesia yang menikmati fasilitas sumber air yang dikelola secara aman.
Meskipun membaik, persentase tersebut tidak jauh berbeda hingga tujuh tahun kemudian, tepatnya tahun 2022. Laporan WHO mengungkapkan bahwa kurang dari 1% penduduk Indonesia masih bergantung pada air permukaan dan sumber air terbatas. 4% penduduk mendapatkan sumber air yang tidak diperbaiki (unimproved). Kemudian, 64% penduduk Indonesia mendapatkan pengelolaan air standar dan hanya 30% lainnya yang bisa menikmati hak sumber air aman (safely managed).
Hal ini tentu dapat menjadi perhatian pemerintah, mengingat WHO sendiri sudah menetapkan bahwa akses terhadap air minum dan sanitasi dasar merupakan kebutuhan mendasar dan hak asasi manusia yang penting bagi martabat dan kesehatan manusia.