Biaya energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik bahan bakar fosil sangat sensitif terhadap perubahan harga bahan bakar. Harga bahan bakar merupakan komponen terbesar dalam LCOE pembangkit listrik bertenaga gas dan bahkan sekitar 71,4% LCOE generator diesel.
Namun, perlu diingat bahwa hasil perhitungan LCOE tidak termasuk biaya penggunaan lahan. Kebutuhan lahan yang tinggi pada pembangkit listrik tenaga air dan pembangkit listrik tenaga surya dapat mempengaruhi hasil perhitungan LCOE. Meskipun biaya investasi yang diperkirakan akan meningkat dari penggunaan lahan pada pembangkit listrik tenaga air skala menengah sekitar 6%, biaya penggunaan lahan akan memengaruhi pembangkit listrik tenaga surya skala besar sekitar 18%.
Di antara teknologi energi terbarukan, pembangkit listrik tenaga air skala menengah memiliki LCOE terendah sebesar 412 rupiah/kWh, diikuti oleh pembangkit listrik tenaga air mini/mikro dan panel surya skala besar masing-masing sebesar 488 rupiah/kWh dan 578 rupiah/kWh.
Biaya investasi pada teknologi energi terbarukan sangat dipengaruhi oleh nilai weighted average cost of capital (WACC) dan komponen biaya modal. Nilai WACC yang meningkat sebesar 10% dapat meningkatkan LCOE panel surya sebesar setidaknya 7%.
Meskipun pembangkit listrik biomassa pertanian memiliki LCOE lebih rendah daripada pembangkit listrik limbah padat, hasilnya hanya dapat dicapai jika bahan bakar biomassa tersedia murah. Jika jenis biomassa serupa (misalnya serbuk kayu) diperoleh dengan harga pasar global saat ini sebesar 3.560.960 rupiah per ton, LCOE dapat mencapai 1.936 rupiah/kWh.
