Cyberbullying atau perundungan daring adalah bentuk kekerasan yang terjadi di dunia maya. Kegiatan ini melibatkan penggunaan teknologi digital untuk mengancam, mengintimidasi, atau mempermalukan seseorang. Menurut Resolusi Dewan HAM PBB No. 32/13 tahun 2016, hak asasi manusia yang berlaku dalam kehidupan nyata juga harus dilindungi di ranah online. Oleh karena itu, berbagai bentuk kekerasan berbasis gender online (KBGO), termasuk cyberbullying, dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Bentuk-Bentuk Cyberbullying dan Dampaknya
Cyberbullying bisa berupa:
- Doxing: Pengungkapan informasi pribadi tanpa izin.
- Trolling: Komentar atau tindakan yang bertujuan memprovokasi atau menyakiti seseorang secara psikologis.
- Sextortion: Pemerasan menggunakan konten intim.
- Online Mobbing: Perundungan massal di media sosial.
- Penyebaran Konten Intim Tanpa Izin: Tindakan menyebarluaskan foto atau video pribadi tanpa persetujuan korban.
Dampak cyberbullying sangat serius, termasuk trauma psikologis, kecemasan, depresi, dan bahkan risiko bunuh diri. KemenPPPA mencatat bahwa korban cyberbullying mayoritas berasal dari kelompok usia 18–25 tahun (57%), diikuti oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun (26%).
Menurut SAFEnet, kasus KBGO di Indonesia meningkat 118 kasus pada triwulan pertama 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku cyberbullying semakin memanfaatkan celah di dunia maya untuk melakukan tindakan kekerasan.
Beberapa kasus KBGO yang banyak terjadi:
- Pelecehan dan Eksploitasi Seksual Daring: Banyak korban perempuan dan anak-anak menjadi target eksploitasi ini.
- Penyebaran Konten Intim: Pelaku sering menggunakan ancaman untuk mempermalukan korban atau memperoleh keuntungan tertentu.
Upaya Mencegah dan Menanggulangi Cyberbullying
Mengatasi cyberbullying memerlukan kerja sama semua pihak:
- Kesadaran Publik: Edukasi masyarakat tentang bentuk-bentuk cyberbullying dan dampaknya perlu ditingkatkan.
- Peran Pemerintah: Membentuk regulasi yang lebih ketat terkait KBGO, seperti yang direkomendasikan dalam Istanbul Convention, untuk melindungi hak asasi manusia di ranah digital.
- Dukungan untuk Korban: Layanan pendampingan psikologis dan hukum harus mudah diakses oleh korban.
- Platform harus memperkuat sistem pelaporan dan menindak tegas pelaku.
Pada akhirnya, cyberbullying bukan sekadar masalah teknologi, tetapi juga bicara isu sosial yang kompleks. Dengan meningkatnya kasus di Indonesia, diperlukan tindakan nyata untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Mari bersama-sama menciptakan ruang digital yang aman dan inklusif bagi semua kelompok.
Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan Indonesia