Di era digital yang terus bergerak cepat, cara orang mengakses informasi juga mengalami perubahan. Jika dulu koran, televisi dan portal berita menjadi andalan dalam mengonsumi berita, kini algoritma media sosial terutama TikTok semakin mengambil alih peran tersebut. Platform yang awalnya identik dengan hiburan kini mulai dianggap sebagai salah satu sumber informasi utama, terutama oleh generasi muda. Lantas, seberapa besar sebenarnya peran TikTok dalam konsumsi berita global?
Terdapat temuan menarik dari Reuters Institute Digital News Report 2025, yang menunjukkan bahwa penggunaan TikTok sebagai sumber berita mengalami lonjakan signifikan di berbagai negara. Survei ini dilakukan terhadap 2.000 responden di 48 negara, yang tersebar di berbagai wilayah dunia. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa Thailand menempati posisi tertinggi, dengan sekitar 49% responden yang mengaku menggunakan TikTok untuk mengetahui perkembangan berita.
Kemudian, di bawah Thailand, terdapat Malaysia dengan tingkat penggunaan sebesar 40%. Menyusul di urutan ketiga, Kenya mencatatkan angka 38%. Lalu, Indonesia berada di posisi keempat dengan sebanyak 34% pengguna yang menjadikan TikTok sebagai referensi berita mereka. Sementara itu, Afrika Selatan, Peru, dan Filipina turut menyumbang angka signifikan dalam tren yang sama. Kecuali India dan Hongkong, dua negara yang melarang aktivitas Tiktok hadir di negara mereka.
Tren ini tampaknya sangat lekat dengan kelompok usia muda, terutama mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun. Generasi ini cenderung memilih TikTok karena sifat kontennya yang cepat, visual, dan langsung pada intinya. Dibandingkan dengan membaca artikel panjang atau menonton tayangan berita berdurasi panjang, generasi muda lebih memilih video singkat berdurasi satu menit yang informatif dan menghibur sekaligus.
Namun, pergeseran ini juga memunculkan tantangan baru. Di balik kecepatan dan daya jangkau TikTok, risiko penyebaran informasi palsu atau menyesatkan masih tinggi. Karena siapa pun bisa menjadi konten kreator yang sifatnya tak semua informasi yang beredar bisa dijamin validitasnya. Beberapa negara pun mulai mempertimbangkan regulasi konten berita digital untuk mengurangi penyebaran hoaks dan disinformasi.
Perubahan ini menunjukkan bahwa cara manusia mengonsumsi berita terus berevolusi. TikTok bukan lagi sekadar aplikasi hiburan, tapi juga menjadi ruang informasi alternatif. Tantangannya bukan hanya pada platform, melainkan pada kesiapan masyarakat dalam menyaring informasi secara kritis. Di tengah banjir konten, literasi digital tetap menjadi senjata utama untuk memerangi penyebaran hoaks dan juga disinformasi.
Baca Juga: 10 Portal Berita Online yang Paling Sering Digunakan di Indonesia 2024
Sumber:
https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/sites/default/files/2025-06/Digital_News-Report_2025.pdf