Baru-baru ini jagad dunia maya dihebohkan dengan berita bahwa lebih dari 60% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Jika ditelusuri lebih lanjut, informasi tersebut bermuara dari laporan Macro Poverty Outlook: Spring Meetings 2025 yang dirilis oleh Bank Dunia.
Laporan tersebut menganalisis perkembangan ekonomi dan kondisi kemiskinan di 149 negara berkembang. Jika melihat ke dalam laporan tersebut, Bank Dunia menggunakan tiga jenis standar kemiskinan yaitu, standar kemiskinan internasional di angka US$2,17, standar kemiskinan negara berpenghasilan menengah ke bawah di angka US$3,65, dan standar kemiskinan negara berpenghasilan menengah ke atas di angka US$6,85. Indonesia sendiri dikategorikan ke dalam negara berpenghasilan menengah ke atas oleh Bank Dunia.
Standar tersebut merupakan angka pengeluaran per kapita/hari berdasarkan purchasing power parity (PPP) tahun 2017. PPP atau paritas daya beli merupakan metode analisis ekonomi untuk menghitung nilai tukar dua mata uang yang berbeda dengan pendekatan perbedaan harga kebutuhan dasar di negara tersebut.
Berdasarkan laporan tersebut, pada tahun 2023, angka kemiskinan Indonesia berdasarkan standar Internasional berada di angka 1,8%, kemudian 17,5% berdasarkan standar negara menengah ke bawah, dan 61,8% berdasarkan standar negara menengah ke atas. Angka kemiskinan tersebut diprediksi akan terus menurun hingga 2027.
Pada tahun 2024 rasio kemiskinan Indonesia pada masing-masing kategori diproyeksi menurun ke angka 1,3%, 15,6%, dan 60,3%. Rasio tersebut masih berupa estimasi, untuk angka final akan dirilis dalam laporan akhir tahun.
Tahun 2025 rasio kemiskinan di Indonesia diprediksi akan kembali turun menjadi 1% untuk standar internasional, 14,2% untuk standar negara menengah ke bawah, dan 58,7% untuk standar negara menengah ke atas. Tren penurunan masih terus berlanjut dengan rasio pada masing-masing standar menurun ke angka 0,8%, 12,8%, dan 57,2%.
Pada tahun 2027 rasio kemiskinan Indonesia akan turun sampai 0,7% untuk standar internasional, 11,5% di standar negara menengah ke bawah, dan 55,5% di standar negara menengah ke atas.