Berapa Korban Kriminalisasi Kebebasan Berekspresi di Indonesia?

Kebebasan berpendapat menjadi salah satu topik yang disinggung calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dalam debat pertama pada Selasa (12/12/2023). Debat.

Kebebasan berpendapat menjadi salah satu topik yang disinggung calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dalam debat pertama pada Selasa (12/12/2023). Debat bertemakan “Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerukunan Warga” tersebut berlangsung panas

"Ketika kita berbicara tentang masa depan, maka saya ingin sampaikan pada semua kebebasan berpendapat akan dijamin," jelas Anies dalam pernyataan pamungkasnya untuk menutup sesi debat malam itu di Kantor KPU RI.

Anies menutup pernyataannya dengan menekankan jargon “Wakanda no more, Indonesia forever”. Hal ini merujuk pada kebiasaan warganet mengganti kata Indonesia dengan sebutan lain, seperti “Wakanda” dan “Konoha”. Penggantian penyebutan Indonesia ini antara lain dilakukan agar warganet terhindar dari jeratan pasal karet dalam UU ITE. 

Pada 2023, Laporan Pemantauan Hak-hak Digital SAFEnet menunjukkan terdapat 49 orang korban terlapor kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi pada triwulan I (Januari-Maret 2023) dan 33 orang terlapor pada triwulan II (April-Juni 2023). Sementara itu, pada triwulan III (Juli-September 2023) terjadi total 32 kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi.

Berdasarkan Laporan Situasi Hak-Hak Digital Indonesia 2022 berjudul “Robohnya Hak-Hak Digital Kami” yang dirilis SAFEnet, selama periode 2022 terdapat 97 kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi. Dari kasus-kasus tersebut, tercatat korban terlapor adalah sebanyak 107 orang. 

Angka kriminalisasi pada pelaku kebebasan berekspresi ini melonjak apabila dibandingkan 2021 dengan total 38 orang terlapor. Peningkatan drastis ini selaras dengan rendahnya skor hak kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di Indonesia. Berdasarkan riset SETARA Institute dan International NGO Forum in Indonesia Development (INFID), skor pada indikator tersebut hanya sebesar 1,5 dari rentang nilai 1-7. 

Melansir laporan SAFEnet, pada 2022 mayoritas terlapor merupakan warganet, yakni sebanyak 32 orang. Latar belakang dari para terlapor beragam, seperti pesohor sebanyak 19 orang, aktivis 16 orang, mahasiswa 11 orang, dan lainnya. 

Pantauan SAFEnet juga menemukan bahwa pelapor kasus terkait kriminalisasi kebebasan berekspresi paling banyak berasal dari organisasi atau institusi, yaitu sebanyak 48 pelapor.

Dasar hukum yang paling banyak digunakan untuk memidanakan terlapor adalah dugaan pelanggaran UU ITE, yakni sebanyak 30 kasus. Selain itu, penggunaan Pasal 27 ayat 3 terkait pencemaran nama baik juga mendominasi. 

“Tanpa penegakan hukum yang tegas terkait maraknya serangan digital, kebocoran data, dan KBGO ini, maka akan semakin banyak korban pelanggaran hak-hak digital. Hal yang kian mempuruk situasi demokrasi di negeri ini,” jelas Anton Muhajir, Koordinator Penyusunan Laporan Situasi SAFEnet, sebagaimana dikutip dari SAFEnet.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats Data

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook