Survei Jakpat bertajuk Understanding AI Usage Today mengungkapkan lima jenis konten AI yang paling banyak dilihat warganet Indonesia. Survei ini dilakukan pada 10–14 April 2025, melibatkan 1.423 responden dengan margin of error di bawah 5%.
Sebanyak 73% responden mengatakan mereka sering melihat video animasi AI di media sosial. Jenis konten ini menjadi yang paling populer, disusul oleh transformasi foto AI (63%), dan fitur mengubah wajah seseorang dengan wajah orang lain (59%).
Selain itu, 50% responden menyebutkan sering menjumpai subtitle otomatis, sedangkan 47% lainnya melihat konten yang mengubah teks menjadi narasi suara secara otomatis.
Platform yang paling banyak menyajikan konten AI adalah Instagram (63%), disusul TikTok (60%) dan YouTube (53%).
Fenomena ini tak lepas dari banyaknya kreator konten yang mulai memanfaatkan AI sebagai alat bantu produksi. Misalnya, di YouTube, video dengan pengisi suara AI kini mudah ditemukan baik di video berdurasi panjang maupun YouTube Shorts.
Namun, tingginya eksposur terhadap konten AI juga menimbulkan berbagai reaksi. Tidak semua masyarakat menyambut tren ini dengan antusias. Salah satu tren yang sempat menuai kontroversi adalah mengubah foto menjadi gaya Studio Ghibli, yang belakangan ramai digunakan.
Fitur ini memicu kritik karena dianggap menggunakan gaya gambar Hayao Miyazaki tanpa izin.
Salah satu kasus yang bisa jadi contoh adalah unggahan Raymond Chins di Instagram pada 31 Maret 2025. Ia membagikan foto di pusara sang ayah yang telah diubah menjadi versi AI bergaya Ghibli saat merayakan Idulfitri.
Unggahan itu langsung dibanjiri komentar dari warganet yang mempertanyakan etika penggunaan AI dalam karya seni. Banyak yang menilai tren ini tidak menghargai karya orisinal para kreator animasi konvensional.
"Baru baca dan ikutin kasusnya, forgive me for this post, tapi at the same time penasaran what people think, so I’ll pin this," tulisnya dalam kolom komentar teratas menanggapi kritikan yang datang.
Ia juga mengunggah ulang foto animasi baru melalui Instagram story, kali ini menggunakan jasa open commission dari ilustrator manusia, bukan AI.
Melihat tren yang berkembang, penggunaan AI dalam konten digital memang memerlukan kebijaksanaan. Teknologi ini mampu mempercepat proses kreatif, tapi tetap harus memperhatikan etika, terutama dalam ranah seni dan hak kekayaan intelektual.
Baca Juga: Seberapa Percaya Orang Indonesia Pada AI?