Kecerdasan buatan (AI) kini seperti kawan setia yang bisa memudahkan pekerjaan apa pun. Survei Snapcart yang digarap pada April 2025 menunjukkan bahwa dari 3.611 responden di Indonesia, hampir separuh (43%) mengaku sering menggunakan AI.
Tingginya adopsi ini menjadi indikasi awal bahwa masyarakat Indonesia relatif percaya pada kemampuan dan keamanan teknologi AI. Dari data yang sama, mayoritas responden tepatnya 58% mengaku netral terhadap AI.
Sementara itu, 27% merasa percaya, dan 13% lainnya bahkan menaruh kepercayaan tinggi. Hanya 1% responden yang menyatakan kurang percaya, dan tak ada satu pun yang menyatakan tidak percaya sama sekali.
Kepercayaan terhadap AI juga menjadi sorotan dalam skala global. Mengutip Reuters (29/4/2025), studi yang dilakukan oleh Melbourne University mengungkap bahwa masyarakat di negara berkembang cenderung lebih percaya AI dibanding mereka yang tinggal di negara maju, selaras dengan kondisi Indonesia saat ini.
Dalam survei yang melibatkan lebih dari 48.000 orang di 47 negara, sebanyak 83% dari responden negara berkembang percaya bahwa AI akan membawa berbagai manfaat.
Studi ini dilakukan antara November 2024 hingga Januari 2025, dan menunjukkan perbedaan signifikan dalam tingkat kepercayaan terhadap AI. Di negara-negara dengan ekonomi berkembang, tiga dari lima orang menyatakan percaya pada AI. Sebaliknya, hanya dua dari lima orang di negara-negara maju yang menyatakan hal serupa.
Lalu, mengapa kepercayaan terhadap AI penting?
Menurut pemimpin studi AI tersebut, Nicole Gillespie, kepercayaan publik berperan besar dalam proses penerimaan teknologi ini.
“Kepercayaan publik terhadap teknologi AI dan penggunaannya yang aman dan terjamin merupakan hal yang penting bagi penerimaan dan adopsi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dengan meningkatnya penggunaan AI di berbagai lini kehidupan, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan sehari-hari, tingkat kepercayaan masyarakat bisa menjadi kunci keberhasilan integrasi AI di masa depan.
Baca Juga: 5 Platform AI Terpopuler di Indonesia 2025