Setelah lama direncanakan, wacana pemindahan ibu kota negara akhirnya menunjukkan progresnya. Meski dengan tujuan positif, ada dampak lingkungan yang harus ditanggung akibat proyek pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, tempat Ibu Kota Nusantara (IKN) dibangun.
Alasan ekologis menjadi salah satu faktor program IKN dilaksanakan. Isu Jakarta yang akan tenggelam kian santer terdengar. Namun faktanya, dibalik pembangunan baru, selalu ada isu lingkungan yang harus dikorbankan.
Kalimantan Timur memiliki beberapa jenis satwa endemik yang statusnya saat ini cukup mengkhawatirkan. Pembangunan yang akan terus berkembang di ibu kota baru berpotensi mengancam kehidupan satwa-satwa liar ini.
Terdapat delapan spesies satwa liar di hutan Kalimantan Timur yang populasinya terus berkurang. Empat di antaranya memiliki status Genting (Endangered), dua dikategorikan Kritis (Critically Endangered), dan dua di kategori Rentan (Vulnerable) berdasarkan Daftar Merah Spesies Terancam (Red List of Threatened Species) oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Satwa dalam kategori Kritis berada satu langkah di belakang status Punah di Alam (Extinct in the Wild). Di Kalimantan Timur, Badak Sumatera dan Orangutan Kalimantan masuk ke dalam kategori tersebut.
Status Kritis yang disandang Badak Sumatera kian mengancam karena eksistensinya yang sudah punah di sejumlah negara, seperti Malaysia dan Bangladesh. Sementara itu, perdagangan satwa liar yang melibatkan Orangutan Kalimantan di skala lokal, nasional, hingga internasional turut membuat spesies tersebut berada dalam bahaya.
Empat dari delapan satwa liar yang hidup di Kalimantan Timur dikategorikan IUCN sebagai Endangered. Kategori ini berada satu tingkat di bawah Critically Endangered. Satwa liar tersebut di antaranya Bekantan, Pesut Mahakam, Siamang Kalimantan, dan Rangkong.
Siamang Kalimantan diperdagangkan dalam skala nasional untuk dijadikan hewan peliharaan/pajangan, bahkan untuk dimakan. Hal ini membuat populasinya semakin menurun.
Di sisi lain, IUCN menyebutkan jumlah Bekantan di Kalimantan terus berkurang akibat habitatnya yang dihancurkan. Sifat Bekantan yang cenderung lesu juga membuatnya menjadi sasaran empuk pemburu.
Sementara itu, penebangan hutan menjadi salah satu alasan berkurangnya populasi Rangkong yang senang berada di pohon untuk bersarang. Tidak berbeda jauh, Pesut Mahakam yang hidup di Sungai Mahakam juga terancam kehidupannya akibat polusi air yang tak kunjung membaik.
Satu tingkat di bawah Endangered, Beruang Madu dan Penyu Hijau di Kalimantan ditetapkan IUCN pada kategori Vulnerable. Erosi sebagai dampak perubahan iklim menjadi salah satu faktor berkurangnya populasi Penyu Hijau.
Lebih lanjut, perburuan Beruang Madu membuat populasi satwa ini terus berkurang, meskipun telah dilarang dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Meski pembangunan IKN memang penting, Kalimantan Timur masih memiliki keanekaragaman hayati lainnya yang harus sama-sama dijaga kelestariannya oleh setiap lapisan masyarakat.
Baca Juga: Rapor Perburuan dan Perdagangan Flora Fauna Ilegal