Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat terdapat 6,18 juta petani milenial di Indonesia pada tahun 2023. Adapun jumlah tersebut setara dengan 22% dari total petani di Indonesia saat ini, yakni sekitar 28,19 juta orang.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 4 tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber Daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045, pasal 1 ayat 4 menerangkan bahwa petani milenial adalah petani berusia 19 tahun sampai 39 tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.
Dari jumlah tersebut, sekitar 15% atau sebanyak 971.102 petani milenial berada di Jawa Timur. Hal ini membuat Jawa Timur provinsi dengan jumlah petani milenial terbanyak di Indonesia. Jawa Tengah memiliki sekitar 625.807 petani milenial, menjadikannya duduk di posisi kedua. Masih dari Pulau Jawa, Jawa Barat berada di urutan ketiga dengan total 543.044 petani milenial.
Sementara itu, posisi keempat dipegang Sumatera Utara dengan 361.814 petani milenial, dan Sumatera Selatan menyusul di posisi kelima dengan 340.436 petani.
Sebaliknya, DKI Jakarta memiliki jumlah petani milenial paling sedikit, dengan total hanya 2.568 orang. Papua Barat Daya menyusul dengan 10.090 petani, dan Kalimantan Utara dengan 16.253 petani milenial.
Jumlah petani milenial yang lebih rendah dibandingkan petani dengan usia lanjut membuat regenerasi menjadi semakin sulit. Jumlah usaha pertanian menurun 7,42% di tahun 2023 dibandingkan 1 dekade lalu, dan bersamaan dengan itu, jumlah petani berusia tua (di atas 55 tahun) dan petani gurem terus meningkat.
Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto menyebutkan bahwa proporsi petani berusia 55-64 tahun meningkat dari 20,01% di tahun 2013 menjadi 23,3% di tahun 2023. Sama halnya dengan petani di atas usia 65 tahun, dari 12,75% meningkat menjadi 16,15% dalam 10 tahun terakhir.
Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa perlu adanya regenerasi petani yang berkelanjutan. ”Hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Pekerja di sektor pertanian yang semakin menua membutuhkan regenerasi petani yang berkelanjutan. Bertambahnya petani gurem juga dapat menurunkan kesejahteraan petani,” ungkapnya mengutip Kompas.