Bahasa Indonesia dipercaya memiliki keunggulan dan potensi besar untuk bisa tampil di panggung global. Pada 2022 lalu, bahasa Indonesia bahkan sempat diusulkan untuk ditetapkan sebagai bahasa resmi atau bahasa pengantar ASEAN.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menganggap usulan tersebut sangat layak karena menurutnya bahasa Indonesia unggul dari segi historis, hukum, dan linguistik.
Menginternasionalisasikan bahasa Indonesia memang telah lama menjadi cita-cita bangsa. Segenap pihak berupaya mewujudkannya, tidak terkecuali perguruan tinggi dan berbagai lembaga pendidikan non formal.
Salah satu usaha untuk memberdayakan bahasa Indonesia adalah dengan menyebarluaskannya ke mancanegara melalui pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Selain bahasa, program tersebut juga mengemban misi untuk mengenalkan budaya dan masyarakat Indonesia di panggung global serta mendorong keberhasilan diplomasi di kancah internasional.
Mengutip laman resminya, sejauh ini BIPA telah terselenggara di 52 negara melalui 648 lembaga, baik yang difasilitasi oleh Kemendikbudristek maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh para pegiat. Sementara itu, jumlah pelajar BIPA tercatat mencapai 154 ribu dengan 1.702 penugasan pengajar.
Dari total lembaga yang ada, lebih dari separuhnya berada di kawasan ASEAN, jumlahnya mencapai 367 lembaga. Sementara itu, sebanyak 212 lembaga berada di dalam negeri dan sisanya tersebar di seluruh dunia.
Di luar Indonesia, negara ASEAN dengan jumlah lembaga terbanyak sama-sama dipegang Thailand dan Timor Leste, totalnya mencapai 44 lembaga. Di Thailand, bahasa Indonesia menjadi mata kuliah pilihan di berbagai universitas lantaran peminatnya tergolong tinggi. Sementara di Timor Leste, pengaruh bahasa Indonesia juga terbilang besar karena dijadikan bahasa kerja, bahasa studi, dan bahkan bahasa komunikasi.
Di urutan keempat ada Filipina dengan jumlah lembaga yang dibuka sebanyak 26 lembaga. Kamboja dan Singapura menyusul di posisi berikutnya, masing-masing memiliki 12 lembaga BIPA.
Daftar selanjutnya diisi oleh Vietnam dengan 7 lembaga, Malaysia dengan 6 lembaga, dan ditutup oleh Laos dan Myanmar yang masing-masing mempunyai 2 lembaga.
Menjamurnya lembaga BIPA di ASEAN menegaskan antusiasme warga negara Asia Tenggara untuk mempelajari bahasa Indonesia. Terkait dengan wacana bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi atau bahasa pengantar di ASEAN, pemelajar BIPA dari Asia Tenggara bahkan sangat mendukung hal tersebut.
Salah satunya adalah Alisha Boupha, pemelajar BIPA dari Laos, yang menuturkan bahwa bahasa Indonesia indah dan mudah dipelajari.
”Kami perlu waktu dua sampai tiga bulan untuk bisa berbahasa Indonesia. Ayo belajar Bahasa Indonesia,” kata Alisha, sebagaimana dikutip dari Antara.
Baca Juga: 7 Negara dengan Jumlah Lembaga BIPA Terbanyak di Dunia