Gratifikasi secara sederhana adalah tindakan memberikan sesuatu dalam bentuk apapun. Tindakan gratifikasi bisa berupa pemberian uang, barang, makanan dan minuman, rumah mewah, dan lain-lain. Sekilas, memang tidak ada yang salah jika dilihat dari definisinya, akan tetapi gratifikasi tentu dilarang jika sudah memasuki ranah pelayanan publik.
Praktik gratifikasi kerap terjadi di beberapa lingkup dan satuan, tak terkecuali pada lingkup akademik. Interaksi yang terjalin antara tenaga pendidik, peserta didik, orang tua serta pimpinan pada gilirannya kemudian membentuk kegiatan saling memberi satu sama lain berkaitan dengan tugas yang dijalani.
Berhubungan dengan hal ini, KPK telah mengeluarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Survei ini dilakukan untuk melihat dampak dari dilakukannya pendidikan antikorupsi.
Survei dilakukan pada 36.888 satuan pendidik (satdik) meliputi jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Pendidikan Tinggi. Metode yang digunakan adalah Computer Assisted Web Interview (CAWI) dan self administered untuk daerah terjangkau internet serta Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI) untuk daerah tidak terjangkau internet.
Hasil menunjukkan bahwa persentase satdik dengan kebiasaan orang tua murid memberikan bingkisan pada hari raya atau kenaikan kelas mencapai 68,46%. Perolehan ini menjadi yang tertinggi dibanding yang lainnya.
Momen kenaikan kelas memang sesuatu yang membahagiakan. Tak jarang para orang tua murid memberikan bingkisan kepada guru atau wali kelas sebagai tanda terima kasih karena telah mendidik anaknya. Padahal mendidik sudah menjadi tugas utama dan sebaiknya guru atau dosen tidak perlu diberikan imbalan apapun.
Selanjutnya satdik dengan tenaga pendidik (tendik) yang berpandangan bahwa gratifikasi adalah hal wajar memperoleh persentase sebanyak 68,10%. Persentase ini tentunya berhubungan dengan kebiasaan pemberian bingkisan oleh orang tua sehingga lama kelamaan tendik merasa bahwa gratifikasi semacam ini adalah sesuatu yang wajar.
Kemudian 58,61% untuk kasus penerimaan bingkisan dari mahasiswa agar mempermudah kelulusan dan 29,17% yakni untuk kasus penerimaan bingkisan supaya siswa lebih diperhatikan. Lebih lanjut, sebanyak 10,88% adalah penerimaan siswa atau mahasiswa karena imbalan tertentu.
Gratifikasi dalam lingkup pelayanan publik dilarang karena berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab seorang penyelenggara negara. Walaupun sifatnya tidak transaksional seperti suap, gratifikasi berpotensi memengaruhi profesionalitas pelayanan publik di masa mendatang.
Sampai saat ini, KPK masih terus berupaya meningkatkan integritas Bangsa Indonesia melalui beragam strategi internalisasi nilai-nilai antikorupsi. Diharapkan kedepannya indeks integritas terus mengalami peningkatan dan angka gratifikasi terus menurun.
Baca Juga: Gratifikasi Jadi Jenis Perkara Korupsi Terbanyak di Indonesia 2023
Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/pendidikan/spipendidikan/hasil/2024