Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat pada pertengahan 2025. Insiden bentrokan kecil di kawasan perbatasan Preah Vihear menimbulkan korban dan memicu kekhawatiran akan stabilitas regional. Meski bukan kali pertama konflik terjadi di wilayah itu yang juga sempat memanas pada periode 2008–2011, peristiwa terbaru ini mengingatkan kembali bahwa perdamaian di Asia Tenggara masih rentan.
Di tengah situasi tersebut, kekuatan militer negara-negara ASEAN pun menjadi perhatian. Global Firepower (GFP), salah satu situs pemeringkat kekuatan militer dunia, merilis Power Index 2024 yang mengukur kapabilitas militer dunia, termasuk seluruh anggota ASEAN.
GFP menilai kekuatan militer berdasarkan skor PowerIndex (PwrIndx) yang disusun dari lebih dari 60 faktor individual, mulai dari jumlah dan kualitas alutsista, kesiapan personel, kapasitas logistik, hingga kemandirian finansial militer sebuah negara.
Skor ini bersifat komposit dan multidimensi. Semakin mendekati nol, semakin tinggi kapabilitas militernya. Nilai 0 secara realistis tidak mungkin dicapai oleh negara mana pun di dunia, namun makin kecil angkanya, makin besar daya gentarnya.
Berdasarkan data terbaru, Indonesia menempati posisi terkuat di ASEAN dengan Power Index sebesar 0,2557. Menyusul di bawahnya ada Vietnam (0,4024) dan Thailand (0,4536), dua negara yang dalam beberapa tahun terakhir terus memperkuat sistem pertahanannya.
Singapura menempati posisi keempat dengan skor 0,5271, sedangkan Filipina dan Myanmar masih berada di tengah klasemen. Di posisi bawah terdapat Malaysia (0,7429), Kamboja (2,0752), dan Laos (2,2663). Skor Kamboja yang jauh lebih tinggi dari Thailand menunjukkan adanya kesenjangan kekuatan militer yang signifikan di antara kedua negara yang saat ini bersitegang.
Kesenjangan ini penting diperhatikan dalam konteks geopolitik regional. Thailand memiliki kapabilitas militer yang jauh lebih besar dibandingkan Kamboja. Namun kekuatan militer tak serta merta menentukan hasil akhir dalam konflik. Faktor seperti legitimasi politik, dukungan masyarakat internasional, dan pendekatan diplomasi tetap menjadi penentu utama dalam penyelesaian sengketa.
Tren dari tahun ke tahun juga menunjukkan perubahan kecil namun berarti. Indonesia dan Vietnam konsisten mempertahankan keunggulan militernya. Sementara itu, beberapa negara lain seperti Myanmar dan Malaysia menunjukkan penurunan akibat dinamika politik domestik dan tekanan ekonomi. Adapun Kamboja dan Laos cenderung stagnan, mengindikasikan terbatasnya kapasitas mereka dalam membangun sistem pertahanan yang tangguh.
Konflik di perbatasan Thailand dan Kamboja ini bisa menjadi momentum untuk menegaskan kembali komitmen perdamaian di Asia Tenggara. Dalam kondisi seperti ini, angka-angka dari Power Index bukan hanya statistik teknis, tapi juga cerminan keseimbangan kekuatan yang dapat memengaruhi arah diplomasi dan keamanan kawasan.
Pada akhirnya, pertahanan bukan hanya soal siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang paling mampu menjaga stabilitas bersama.
Baca Juga: AS dan China Kuasai Daftar Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar 2025
Sumber:
https://www.globalfirepower.com/countries-listing-southeast-asia.php