Keterwakilan perempuan dalam komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi hal yang penting. Kehadiran perempuan di ranah parlemen akan membuat susunan anggota legislatif tanah air menjadi lebih proporsional dan inklusif.
Hal tersebut juga diatur dalam Undang-Undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu setelah menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat. Harapannya 30% inilah yang juga akan menjadi anggota di Senayan.
Namun, proporsi ideal 30% keterwakilan perempuan di parlemen masih cukup jauh. Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkap bahwa berdasarkan hasil dari Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, persentase perempuan yang lolos kursi DPR RI mencapai 22,1%, yaitu 128 orang.
Meski begitu, persentase ini tampak terus meningkat, jika ditilik sejak Pemilu 1999. Pada tahun tersebut, jumlah anggota DPR perempuannya hanya di angka 45 orang, atau 9% saja. Peningkatan lebih dari 2 kali lipat terjadi di Pemilu 2009, dengan jumlah 101 perempuan, atau setara 18%.
Setelah sempat turun pada Pemilu 2014 dengan 97 orang (17,3%), pada Pemilu 2019 peningkatan kembali terjadi, dengan terdapat 118 anggota DPR perempuan atau setara 20,5%.
Pada data DPR RI tingkat daerah pemilihan (dapil), 100% kursi dari Dapil Bengkulu diisi oleh perempuan. Selanjutnya, terdapat Dapil Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara dengan persentase keterwakilan 75%, dan masing-masing 66,7% keterwakilan perempuan. Dapil dengan jumlah perempuan di DPR RI tertinggi ada di Jawa Timur I dengan jumlah 6 orang.
Di sisi lain, terdapat 16 dapil DPR RI dengan 0% keterwakilan perempuan. Dapil-dapil ini tidak terpusat di area tertentu dan tersebar di seluruh Indonesia.