Pada tahun 2025, para eksekutif perusahaan di Amerika Serikat (AS) diproyeksi akan menghadapi berbagai tantangan baru dan peluang yang lebih beragam, yang akan menjadi fokus utama dalam strategi bisnis mereka.
Sebuah survei dilakukan terhadap eksekutif global dan profesional dari berbagai industri untuk mengidentifikasi tantangan dan prioritas utama di tahun 2025. Metode yang digunakan melibatkan pengumpulan data real-time dari LinkedIn, yang mengamati tren terkait lokasi kerja, teknologi (seperti AI), dan perubahan keterampilan. Tidak hanya itu, pengambilan data juga melibatkan eksekutif di berbagai perusahaan dari 11 negara di dunia dan lebih dari 20.000 pekerja profesional pada September 2024.
Survei ini dilakukan untuk menangkap pandangan mengenai perubahan-perubahan signifikan, termasuk kerja fleksibel, AI, dan dinamika kembali ke kantor
Berdasarkan survei tersebut, berikut adalah lima perubahan utama yang menjadi prioritas bagi para pemimpin perusahaan, yang mencerminkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi, perubahan ekonomi, serta kebutuhan tenaga kerja.
Sebanyak 58% eksekutif di AS berfokus pada adopsi teknologi dan alat kecerdasan buatan (AI) baru. Tren ini menggarisbawahi peningkatan kebutuhan untuk mempercepat otomatisasi dan analisis data di berbagai sektor, guna meningkatkan efisiensi dan inovasi. Dari pengelolaan big data hingga otomatisasi layanan pelanggan, AI diperkirakan akan menjadi bagian integral dari strategi bisnis, memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan yang berhasil memanfaatkan potensi teknologinya.
Ketidakpastian ekonomi global dan tantangan geopolitik menjadi perhatian bagi 51% eksekutif. Fluktuasi ekonomi serta ketegangan internasional mengharuskan perusahaan untuk mengembangkan strategi yang fleksibel dan tahan terhadap risiko. Selain itu, banyak perusahaan yang meninjau ulang rantai pasokan mereka dan berusaha meminimalisir ketergantungan pada pasar tertentu, sebagai antisipasi terhadap perubahan regulasi atau kebijakan perdagangan internasional.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, 43% eksekutif juga berfokus pada peningkatan dan pelatihan ulang keterampilan (reskilling) bagi tenaga kerja mereka. Investasi dalam reskilling menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa tenaga kerja tetap kompetitif dan relevan dalam era digital. Melalui reskilling, karyawan dapat diperkenalkan dengan keterampilan baru, seperti analisis data, literasi digital, dan manajemen teknologi, yang sejalan dengan kebutuhan perusahaan saat ini dan di masa mendatang.
Sebanyak 26% eksekutif tercatat akan berfokus pada pengembangan pendekatan yang lebih fleksibel terhadap pekerjaan jarak jauh dan hybrid. Pandemi telah mengubah cara pandang perusahaan terhadap lokasi kerja, dan banyak organisasi yang memperoleh nilai dari mempertahankan opsi kerja fleksibel untuk meningkatkan kepuasan dan produktivitas karyawan. Tren ini mendorong eksekutif untuk menciptakan kebijakan kerja yang adaptif, menjaga keseimbangan produktivitas dengan kenyamanan karyawan.
Dengan semakin beragamnya rentang usia tenaga kerja, 23% eksekutif akan berfokus pada peningkatan kolaborasi antargenerasi. Kelompok usia yang berbeda sering kali memiliki pendekatan, gaya komunikasi, dan keterampilan teknologi yang unik. Untuk itu, perusahaan berupaya menciptakan lingkungan kerja inklusif yang mendukung keragaman usia, sehingga tiap generasi dapat bekerja sama dengan baik dan saling belajar, menciptakan sinergi yang memperkuat produktivitas tim.
Baca Juga: Tagar ‘Desperate’ Ramai di LinkedIn, Gen Z Kesulitan Cari Kerja