Di tengah gelombang PHK, ketimpangan ekonomi, dan ketidakpastian dunia kerja, wajar jika banyak anak muda berlomba-lomba untuk menjadi kaya. Ada kebutuhan yang harus dipenuhi, cita-cita yang ingin dicapai, dan tak jarang tuntutan keluarga yang tak bisa dihindari. Tapi di balik ambisi finansial itu, pertanyaannya adalah apa sebenarnya yang paling dicari anak muda dari kekayaan?
Laporan CFA Institute dalam Graduate Outlook Survey 2025 menggambarkan perubahan makna ini secara gamblang. Survei dilakukan pada 28 April 2022 hingga awal 2025 terhadap 9.032 responden 18-25 tahun dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, India, China, Singapura, hingga Arab Saudi. Survei ini menggali harapan dan orientasi finansial generasi muda global setelah lulus dari pendidikan formal.
Hasilnya, terdapat 54% responden menyebut rasa aman secara finansial dan ketenangan pikiran sebagai makna utama kekayaan. Bagi mereka, menjadi kaya berarti terbebas dari kekhawatiran akan masa depan atau beban keuangan yang mengintai. Sementara itu, 50% responden menyebut bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup tanpa cemas sebagai bagian dari kekayaan yang ideal.
Makna kekayaan juga bisa dipandang dari nilai sosial dan kebermanfaatan. Sebanyak 48% responden menginginkan cukup uang untuk mendukung diri sendiri dan membantu orang lain, serta 44% mengaitkannya dengan kemampuan untuk mempersiapkan masa depan keluarga dan generasi berikutnya. Kekayaan tak lagi dilihat sebagai pencapaian individu semata, tapi sebagai bentuk kontribusi dan kesinambungan.
Sebagian responden juga menilai kekayaan dari sisi pertumbuhan dan kualitas hidup. Sebanyak 40% menyebut investasi jangka panjang, dan 39% menganggap pengalaman serta pemenuhan pribadi adalah bagian dari kekayaan. Hanya sebagian kecil yang mengaitkan kekayaan dengan kemampuan melunasi utang sebesar 22%, atau 3% lainnya bahkan tidak menganggap hal-hal tersebut penting.
Tak heran banyak yang mendefinisikan uang sebagai kekayaan dan bahkan ada orang yang memiliki dua pekerjaan dalam satu waktu sekaligus atau biasa dikenal dengan polyworking. Bagi banyak anak muda, fenomena ini bukan lagi pilihan, melainkan strategi bertahan hidup. Entah menjadi pekerja penuh waktu di pagi hari, lalu menjadi freelancer di malam hari, semua dilakukan demi satu tujuan yaitu mencukupi kebutuhan dan mencapai rasa aman secara finansial.
Di Singapura, situasi serupa dialami oleh Germaine (25) yang bekerja di bidang layanan pelanggan penuh waktu di dua perusahaan secara daring. Dia rela bekerja di dua tempat sekaligus karena membutuhkan dana lebih untuk membayar kuliah.
”Saya tidak ingin mengambil pinjaman biaya kuliah untuk itu. Bekerja di dua tempat membantu saya melakukannya dan di masa mendatang, dengan gelar saya, saya bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik,” ucapnya kepada The Strait Times pada November 2024, dikutip dari Kompas.
Perubahan ini menandai pergeseran nilai dalam melihat kesejahteraan. Kekayaan bukan lagi soal menumpuk aset semata, tetapi tentang bagaimana seseorang merasa aman, mampu berbagi, dan hidup dengan penuh makna. Generasi baru tidak hanya ingin bertahan, tapi juga tumbuh dan berkontribusi di tengah dunia yang makin kompleks.
Baca Juga: Selain Gaji, Ini Hal yang Diincar Fresh Graduate Setelah Lulus
Sumber:
https://www.cfainstitute.org/sites/default/files/docs/insights/professional-learning/graduate-outlook-survey2025.pdf
https://www.kompas.id/artikel/polyworking-gen-z-punya-banyak-pekerjaan-demi-bertahan-hidup?