Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang paling rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama selama musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh dominasi lahan gambut yang mencapai jutaan hektare. Lahan gambut memiliki kandungan karbon yang tinggi dan ketika mengering, sangat mudah terbakar hingga ke lapisan bawah tanah, membuat kebakaran sulit dipadamkan dan dapat berlangsung dalam waktu lama.
Berdasarkan data dari Sipongi yang dikelola oleh Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, total indikasi luas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dalam periode 2020 hingga 2024 mencapai 47.621 hektare, setara dengan sekitar 72% dari total luas wilayah DKI Jakarta.
Tahun dengan indikasi kebakaran terluas tercatat pada 2020, mencapai 15.442 hektare, sedangkan yang terendah terjadi pada 2022, yaitu sekitar 4.915 hektare. Namun, tren kembali meningkat di tahun 2024, dengan luas kebakaran sekitar 11.027 hektare.
Dampak kebakaran hutan di Riau sangat luas, mencakup kerusakan ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kerugian ekonomi. Selain itu, asap dari kebakaran menyebabkan krisis kualitas udara yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, gangguan aktivitas pendidikan, serta terganggunya transportasi udara akibat jarak pandang yang menurun drastis.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah Provinsi Riau bersama pemerintah pusat melakukan berbagai upaya, seperti menetapkan status Siaga Darurat Karhutla, membentuk tim satgas gabungan, melakukan modifikasi cuaca (hujan buatan), serta mengerahkan helikopter water bombing.
Baca Juga: 7 Provinsi yang Paling Sering Alami Kebakaran Hutan 2024