Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin merambah dunia kerja, namun respons masyarakat Indonesia terbelah. Menurut Ipsos Al Monitor 2024, 44% orang Indonesia percaya Al akan mengubah cara mereka bekerja dalam 5 tahun ke depan. Data tersebut melibatkan 32 negara yang menjadi target survei. Kemudian, 62% merasa pekerjaan mereka akan menjadi lebih baik, seiring dengan peningkatan penggunaan Al.
Sebanyak 37% responden yakin Al akan membuat pekerjaan mereka lebih efisien, sementara 16% merasa sebaliknya. Industri seperti manufaktur, layanan pelanggan, dan administrasi dinilai paling rentan terhadap otomatisasi, tetapi sektor kreatif dan teknologi justru membuka peluang baru.
Generasi muda Indonesia menjadi kelompok paling waspada terhadap Al. Data menunjukkan 46% Gen Z dan 40% Milenial merasa pekerjaan mereka dapat digantikan oleh Al, jauh lebih tinggi daripada generasi sebelumnya (26% Baby Boomers). Namun, mereka juga paling optimis memanfaatkan Al untuk meningkatkan keterampilan dan bersaing di pasar global.
Tantangan terbesar adalah kesiapan sumber daya manusia. Meski 86% masyarakat mengklaim paham Al, 48% khawatir dengan produk dan layanan berbasis Al.
Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan literasi AI menjadi kunci agar tenaga kerja Indonesia tidak tertinggal. Pemerintah dan perusahaan perlu berkolaborasi menciptakan regulasi yang mendukung serta program upskilling yang inklusif dan berkelanjutan.
AI bukanlah sekadar ancaman, melainkan alat transformasi yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan. Dengan pendekatan yang bijak dan strategis, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi contoh bagaimana negara berkembang dapat menghadapi dan memanfaatkan revolusi teknologi secara optimal.
Langkah konkret dalam meningkatkan literasi dan keterampilan AI akan menentukan sejauh mana Indonesia mampu bersaing di era digital yang terus berkembang ini.
Baca Juga: 10 Negara Pengguna AI Terbanyak, Indonesia Salah Satunya