Penipuan, penggelapan, dan korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merugikan baik individu maupun negara. Berdasarkan data Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS), kejadian terkait penipuan, penggelapan, dan korupsi mengalami pola yang berfluktuasi selama rentang waktu 2018 hingga 2022.
Pada tahun 2018, Indonesia mencatat 43.852 kasus kejahatan penipuan, penggelapan, dan korupsi, menunjukkan bahwa kejahatan di ranah ekonomi ini masih menjadi ancaman serius di Indonesia.
Namun, jumlah ini cenderung menurun pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2019, kasus tersebut berkurang menjadi 39.320 kejadian, dan pada 2020 terus menurun hingga mencapai 37.097 kejadian.
Meskipun tren penurunan berlanjut hingga tahun 2021 dengan total 35.093 kejadian, bukan berarti ancaman kejahatan ini dapat dianggap selesai. Pada tahun 2022 terjadi lonjakan jumlah kasus yang signifikan, mencapai 46.538 kejadian. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, bahkan melebihi jumlah kasus di tahun 2018 yang sebelumnya menjadi puncak tertinggi.
Kasus penipuan dan penggelapan biasanya disebabkan oleh beberapa hal. Menurut penelitian dari Marzuki, (2022), penyebabnya antara lain persoalan ekonomi yang didasari tuntutan hidup dan kemiskinan, pengaruh lingkungan, bahkan faktor budaya.
Selain itu, mengutip salah satu teori menurut Jack Bologne Gone Theory dalam bukunya The Accountant Handbook of Fraud and Commercial Crime, disebutkan bahwa faktor penyebab korupsi adalah greeds (keserakahan), opportunities (kesempatan), needs (kebutuhan), dan exposures (pengungkapan). Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.
Pesatnya perkembangan era digital saat ini juga turut memberi peluang pada meluasnya tindak kejahatan seiring dengan maraknya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan justru sering menjadi alat bagi pelaku untuk memanipulasi sistem dan memperluas modus operandi kejahatan, membuat pengawasan dan penanggulangannya semakin kompleks.
Oleh karenanya, diperlukan upaya penegakan hukum yang lebih tegas dan adaptif, serta pemanfaatan teknologi yang lebih canggih untuk mencegah dan menekan kejahatan di era modern ini.
Baca Juga: 7 Kejahatan Transnasional Dengan Kerugian Terbesar