Kejahatan transnasional adalah tindak kejahatan yang melibatkan lebih dari satu negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi), suatu kejahatan bersifat transnasional jika:
- Dilakukan di lebih dari satu negara.
- Dilakukan di satu negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di negara lain.
- Dilakukan di satu negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara.
- Dilakukan di satu negara namun memiliki akibat utama di negara lain.
Menurut Global Financial Integrity (GFI), pelaku bisnis kejahatan transnasional mendapatkan keuntungan senilai US$1,6 triliun hingga US$2,2 triliun per tahun.
Kejahatan dalam bentuk pemalsuan (counterfeiting) memiliki nilai kerugian paling besar, yakni mencapai US$1,13 triliun, setara dengan Rp18,5 miliar. Kejahatan yang termasuk kategori pemalsuan umumnya berupa pencurian merek dagang atau menggunakan merek dagang orang tanpa izin. Pemalsuan dapat ditemukan di berbagai industri, tak terkecuali industri kreatif seperti musik.
Bentuk kejahatan kedua adalah perdagangan narkoba (drug trafficking). Pebisnis narkoba meraup keuntungan senilai US$652 miliar, atau setara dengan Rp10,7 miliar. Selain mengganggu keseimbangan perekonomian negara, perdagangan narkoba juga merugikan kesehatan banyak orang.
Posisi ketiga ditempati oleh kejahatan penebangan liar atau illegal logging. Kejahatan yang merusak lingkungan ini setidaknya bernilai US$157 miliar atau sama dengan Rp2,8 miliar.
Perdagangan manusia (human trafficking) dengan nilai yang tidak berbeda jauh dengan illegal logging menempati posisi keempat. Tiap tahunnya, perdagangan manusia yang melanggar moral ini memiliki nilai kerugian mencapai US$150,2 miliar atau sekitar Rp2,5 miliar.
Tiga kejahatan terbesar lainnya berdampak besar pada lingkungan. Ketiganya meliputi penambangan liar (illegal mining), penangkapan ikan ilegal (illegal, unreported, unregulated fishing), dan perdagangan satwa ilegal (illegal wildlife trade). Meskipun tiga jenis kejahatan ini memiliki nilai di bawah US$100 miliar, kerusakan yang ditimbulkan sangat merugikan makhluk hidup.
Kejahatan berupa penambangan liar mengeruk hasil bumi senilai US$48 miliar, setara dengan Rp787 juta. Sementara itu, penangkapan ikan liar memiliki nilai US$36,4 miliar atau sama dengan Rp596 juta. Perdagangan satwa di posisi ketujuh bernilai US$23 miliar atau setara dengan Rp377 juta per tahun.