Global Hunger Index 2023 melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua untuk tingkat kelaparan se-Asia Tenggara, yaitu dengan skor 17,6 atau dikategorikan dalam kelompok sedang.
Indikator untuk mengukur tingkat kelaparan tersebut didasarkan oleh prevalensi kurang gizi, prevalensi anak dengan tinggi badan di bawah rata-rata, prevalensi anak dengan berat badan dibawah rata-rata, dan angka kematian anak.
Skor tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari ketahanan pangan nasional yang kuat dan mandiri pangan. Padahal, Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah dan khas di setiap daerahnya. Ini dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat Indonesia, di mana mayoritas hanya berfokus pada satu jenis bahan pangan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menyebutkan bahwa rata-rata konsumsi bahan makanan per kapita dalam seminggu didominasi oleh beras lokal atau ketan, yaitu 1,558 kg.
Selain itu, perkembangan teknologi dan tren terhadap makanan dan minuman juga mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Adanya pergeseran pola konsumsi pangan juga ditunjukkan dengan peningkatan konsumsi terigu yang mencapai 6,66 juta ton pada tahun 2020, berdasarkan rilis Bappenas.
Salah satu solusi yang kerap digaungkan oleh pemerintah untuk mendekati target ketahanan pangan nasional adalah dengan menggencarkan diversifikasi pangan lokal. Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Samarinda menyebut bahwa tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kemandirian pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap salah satu bahan pangan saja, seperti beras. Banyak pangan lokal yang bisa menjadi alternatif pengganti beras dan terigu, salah satunya adalah ubi kayu.
Laporan tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2023 menyebutkan bahwa produksi ubi kayu mengalami peningkatan pada tahun 2023 menjadi 16,76 juta ton. Jika dibandingkan pada tahun 2022, produksi ubi kayu mengalami peningkatan sebesar 1,81 juta ton. Peningkatan produksi ubi kayu ini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti beras.
Ubi kayu telah dikenal sebagai bahan baku dalam pengolahan makanan tradisional yaitu gaplek. Namun, seiring perkembangan dan kemajuan teknologi, pengolahan ubi kayu menjadi tepung juga memudahkannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk pangan seperti kue, roti, mie, dan lainnya.
Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Kemanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto juga menyatakan pentingnya diversifikasi pangan untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap Beras.
”Selain dari ketersediaan dan harga yang harus dijamin stabilitasnya, tantangan terberat adalah merubah mindset/pola pikir masyarakat yang masih menganut stigma belum makan kalau belum makan nasi,” ujar Andriko (27/2/2024), dikutip dari Tirto.
Baca Juga: Berpotensi Gantikan Beras, Simak Kandungan Gizi dari Sorgum