Provinsi Bali masih menjadi magnet utama pariwisata, tidak hanya bagi wisatawan mancanegara tetapi juga wisatawan domestik dari berbagai daerah di Indonesia. Letak Bali yang terpisah dari pulau-pulau lain menjadikan pelabuhan penyeberangan sebagai sarana penting dalam menunjang akses wisatawan menuju dan keluar dari Bali.
Keberadaan pelabuhan penyeberangan telah diatur dalam Pasal 21 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali 2023-2043. Dalam aturan ini, pelabuhan penyeberangan di Bali dibagi menjadi tiga kelas, dengan kelas I sebagai hub utama yang memiliki kapasitas besar untuk melayani penyeberangan antar pulau utama.
Dua pelabuhan kelas I yang memiliki peranan vital adalah Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana dan Pelabuhan Padangbai di Kabupaten Karangasem. Pelabuhan Gilimanuk menghubungkan Bali dengan Pulau Jawa melalui Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, sedangkan Pelabuhan Padangbai menjadi pintu gerbang penting bagi penyeberangan dari dan ke Pulau Lombok.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penumpang yang berangkat dari kedua pelabuhan ini mengalami peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir.
Pada 2024, jumlah penumpang yang berangkat dari Pelabuhan Gilimanuk tercatat sebanyak 7.744.481 orang, meningkat dari 6.215.685 orang pada 2023. Angka ini naik cukup tajam dibandingkan 2022 yang hanya mencapai 2.687.200 penumpang, serta jauh lebih tinggi dibandingkan masa pandemi pada 2021 yang hanya mencatat 785.420 penumpang.
Pelabuhan Padangbai juga mencatat tren kenaikan jumlah penumpang. Pada 2024, jumlah penumpang berangkat mencapai 1.182.059 orang, naik dari 951.562 orang pada 2023. Pada 2022, jumlah penumpang tercatat 664.146 orang, meningkat drastis dari 129.137 penumpang pada 2021, serta lebih tinggi dibandingkan masa awal pandemi pada 2020 dengan 404.004 penumpang.
Di tengah meningkatnya arus penumpang, keselamatan pelayaran menjadi sorotan. Baru-baru ini, Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya tenggelam di Selat Bali pada Rabu (2/7/2025) malam saat berlayar dari Pelabuhan Ketapang menuju Gilimanuk.
Insiden ini menjadi kecelakaan laut ketiga dalam waktu kurang dari dua pekan di jalur yang sama, memakan korban jiwa dan menunjukkan lemahnya sistem keselamatan pelayaran.
Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, mendesak pemerintah segera melakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan pelayaran di Indonesia buntut insiden tersebut. Menurutnya, banyak kapal yang manifestnya tidak akurat dan sering terjadi simpang siur data saat kapal berlayar, sehingga meningkatkan risiko keselamatan.
“Ada yang sangat keliru dalam sistem kita, entah itu dari sisi teknis, pemuatan, cuaca, atau bahkan kelonggaran pengawasan,” kata Irine dalam rilis resmi Jumat, (4/7).
Irine juga menekankan pentingnya peningkatan pengawasan teknis, perawatan armada, prosedur bongkar muat yang aman, dan kesiapan petugas penanganan darurat pada jalur penyeberangan yang padat seperti Ketapang-Gilimanuk. Ia menyebut perlunya penguatan sistem manajemen keselamatan secara nasional, terutama di jalur laut yang menjadi urat nadi transportasi dan pariwisata Bali.
Baca Juga: Deretan Pelabuhan Terpadat Pada Libur Lebaran 2025
Sumber:
https://jdih.baliprov.go.id/produk-hukum/peraturan-perundang-undangan/perda/29122
https://bali.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjU1IzI=/jumlah-penumpang-berangkat-pada-pelabuhan-di-provinsi-bali.html