Kebijakan DMO dengan harga batubara tertentu digunakan untuk menjaga keamanan pasokan untuk CFPP di sektor listrik serta menjaga biaya generasi rendah untuk menyediakan listrik yang terjangkau. Kebijakan terbaru yang mengatur pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri adalah Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.139.K/HK.02/MEM.B/2021, yang menyatakan bahwa industri pertambangan batubara harus menjual batubara secara domestik sebesar minimum 25% dari produksi tahunan yang direncanakan. Peraturan tersebut juga menetapkan harga batubara maksimum sebesar Rp1.015.000/ton dengan spesifikasi tertentu dan digunakan untuk pembangkit listrik yang melayani masyarakat umum.
Namun, implementasi regulasi DMO menyebabkan masalah karena volatilitas harga batubara di pasar. Ketika harga batubara di pasar di atas Rp1.015.000/ton, banyak perusahaan yang enggan untuk menaati DMO dan pemerintah harus menghentikan ekspor batubara secara tiba-tiba karena kurangnya pasokan domestik.
Tindakan ini memang membuat pembangkit listrik batubara menjadi murah di Indonesia, tetapi dalam jangka panjang, biayanya ditanggung oleh masyarakat. Biaya generasi listrik batubara sering dianggap sebagai tolak ukur untuk daya saing generasi energi terbarukan. Kontribusi besar CFPP pada sistem listrik mendorong BPP nasional mendekati LCOE-nya, yang relatif rendah. Sebagai hasilnya, sulit bagi pengembang energi terbarukan untuk memenuhi harga referensi yang ditetapkan untuk pembangkit listrik bertenaga rendah emisi, sehingga menyebabkan pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia yang lambat dan menjadi penghambat mencapai ambisi NZE.