Setiap negara mulai menetapkan regulasi mengenai emisi karbon sebagai komitmen untuk mencegah krisis iklim semakin memburuk. Bersandar pada Perjanjian Paris pada tahun 2015, negara-negara yang terlibat mulai menyusun strategi untuk mengurangi emisi karbon demi menjaga suhu bumi tetap berada di ambang batas normal yang telah ditetapkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen untuk mengurangi emisi karbonnya. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melalui perdagangan karbon (carbon trading) sebagai salah satu ikhtiar untuk mengorganisasikan emisi karbon dari berbagai pihak, termasuk industri, agar tidak melebihi batas Nationally Determined Contributions (NDC) yang telah diatur oleh Pemerintah.
Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon) merupakan organisasi yang dibentuk untuk mengakomodasi perdagangan karbon di Indonesia. Setiap bulannya, IDX Carbon menerbitkan laporan mengenai kemajuan program perdagangan karbon, baik dari segi jumlah partisipan, nilai, hingga total volume karbon yang diperdagangkan.
Berdasarkan laporan bulanan tersebut, diperoleh total nilai perdagangan karbon Indonesia per November 2024 adalah Rp19,64 miliar. Selanjutnya, nilai perdagangan di Oktober 2024 mencapai Rp19,54 miliar. Nilai tersebut diperoleh setelah terjadi transaksi karbon dengan volume sebesar 290.885 ton CO2e. Secara keseluruhan, nilainya terus meningkat di tahun ini. Adapun data untuk Februari tidak tersedia.
Dilansir dari artikel United Nations Development Programme, walaupun minat global terhadap perdagangan karbon semakin meningkat, masih terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaannya, termasuk penghitungan ganda dalam pengurangan emisi karbon, greenwashing, hingga masalah hak asasi manusia. Dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak, diskusi yang mendalam, dan juga transparansi dari lembaga negara yang diberi tanggung jawab dalam pelaksanaan perdagangan karbon.
Baca Juga: Pasar Karbon, Wujud Komitmen RI Terhadap Isu Perubahan Iklim