UNICEF Indonesia mempublikasikan data terkait perspektif anak muda Indonesia pada masalah air, sanitasi, dan kebersihan di tanah air. Data terkait manajemen kebersihan saat menstruasi mengungkap bahwa masih ada perempuan Indonesia yang sulit mengakses produk menstruasi.
Dari ribuan responden, 93% mengaku bisa mendapatkan produk menstruasi kapanpun mereka butuh, sedangkan sisanya meliputi ornag-orang yang mengaku sulit mengakses produk menstruasi.
Ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan produk tersebut kebanyakan dipicu masalah finansial, sebut saja tak punya uang untuk membeli produknya dan belum punya penghasilan sendiri untuk membelinya, sehingga harus bergantung pada orang lain, terutama orang tua.
Dari data terungkap bahwa sebanyak 39,2% sulit mengakses produk menstruasi bukan karena uang, melainkan karena tak bisa mendapatkan produk menstruasi di lokasi mereka.
Di Indonesia, mayoritas perempuan memakai pembalut. Hanya sebagian kecil saja yang memakai tampon atau menstrual cup. Ini dikarenakan adanya miskonsepsi tentang produk menstruasi lain.
“Misalnya, ada kekhawatiran terkait kperawanan jika menggunakan produk seperti tampon,” tulis Rizki Febriani, melansir Konde.co. Tak heran, produk menstruasi selain pembalut agak sulit diakses langsung.
Tantangan lain dan berkaitan dengan uang adalah rasa malu untuk meminta uang guna membeli produk menstruasi (34,3%). Anggapan tabu mengenai produk menstruasi, seperti pembalut, berakibat pada timbulnya rasa malu tersebut.
Selanjutnya, sebanyak 19,6% orang memilih tak punya uang sebagai alasan utama sulitnya mengakses produk menstruasi.
Ini menunjukkan kondisi ekonomi yang buruk punya pengaruh besar pada manajemen kebersihan saat menstruasi. Selain itu, terbukti pula bahwa harga produk mensturasi terbilang mahal bagi sebagian orang, sehingga tantangan terkait finansial pun muncul.
Terakhir, 6.9% orang mengaku bahwa produk menstruasi bukanlah prioritas utama orang tua mereka. Fakta ini menunjukkan bahwa edukasi terkait manajemen kebersihan menstruasi pada anak membutuhkan peran orang tua pula.
Empat tantangan tersebut muncul karena berbagai faktor, misalnya kondisi finansial buruk, anggapan tabu yang mempersulit perempuan untuk mendapatkan produk menstruasi, dan kurangnya kesadaran orang tua terkait manajemen kebersihan menstruasi.