Menurut Globocan, jumlah kasus kanker payudara di Indonesia berada pada peringkat pertama dengan total 66 ribu kasus dan angka kematian melebihi 22 ribu kasus. Fakta ini menjadikan kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker paling mematikan di Indonesia, terutama bagi perempuan.
“70% dideteksi sudah di tahap lanjut, kalau kita bisa mendeteksi di tahap awal mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,” ujar Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Elvida Sariwati pada Rabu (2/2/2022), mengutip Kemenkes.
Meski pentingnya deteksi dini dan pengobatan cepat sudah diakui, banyak pasien menghadapi tantangan besar untuk mendapatkan layanan medis, terutama karena terbatasnya jumlah dokter onkologi.
Menurut data dari Konsil Kedokteran Indonesia, jumlah dokter spesialis onkologi yang teregistrasi di Indonesia masih jauh dari mencukupi. Mayoritas dokter ini terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Kondisi ini memaksa pasien dari daerah lain melakukan perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan layanan diagnostik dan pengobatan, yang sering kali menyebabkan keterlambatan diagnosis dan perawatan.
Pasien dari daerah terpencil memilih menunda pemeriksaan lantaran perjalanan yang jauh dan biaya tinggi, meningkatkan risiko keterlambatan diagnosis. Jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memiliki peralatan diagnostik seperti mammografi atau dokter spesialis membuat tidak semua pasien mendapat layanan kesehatan yang merata.
Perjalanan ke kota-kota besar, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, memberikan beban ekonomi yang tidak sedikit.
"Meskipun biaya pengobatannya di-cover oleh BPJS, tapi biaya ongkos untuk ke fasilitas kesehatan itu mereka tidak punya atau jarak ke fasilitas kesehatan itu sangat jauh," ujar dr Rian Fabian, dokter spesialis bedah kanker RS Kanker Dharmais pada Kamis (2/2/2023), mengutip DetikHealth.
Di samping itu, ketidakmerataan ini juga menyebabkan penumpukan pasien di rumah sakit kota besar. Rumah sakit ini menjadi pusat rujukan bagi pasien dari berbagai wilayah yang datang untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang lebih komprehensif.
Dengan jumlah pasien yang terus meningkat dan kapasitas rumah sakit yang terbatas, penumpukan pasien tak lagi terelakkan. Rumah sakit besar kewalahan menangani banyak pasien yang datang dari berbagai wilayah, menyebabkan waktu tunggu yang lama dan mengurangi kualitas layanan.
Tanpa pemerataan jumlah dokter onkologi dan peningkatan fasilitas, pasien kanker payudara di Indonesia, terutama di daerah terpencil, akan terus menghadapi tantangan dalam mendapatkan diagnosis dan perawatan tepat waktu.
Baca Juga: 10 Wilayah dengan Tingkat Deteksi Dini Kanker Payudara Terendah di Indonesia