Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 90% sekolah di Indonesia telah memiliki akses ke sumber air yang layak. Meskipun begitu, masih ada sebagian kecil sekolah yang mengalami krisis air bersih.
Jenjang SD menjadi tingkat sekolah yang persentasenya tinggi dalam hal krisis air bersih. Di Indonesia, baru 91,07% SD yang memiliki akses ke fasilitas sumber air layak, jumlahnya lebih rendah dibanding jenjang lainnya, seperti SMP (92,73%), SMA (83,87%), dan SMK (95,18%).
Krisis air bersih sendiri merupakan kondisi ketidakseimbangan antara ketersediaan air bersih dan permintaan air bersih. Kelangkaan air bersih dapat mengganggu operasional berbagai sarana publik, termasuk sekolah.
Menurut Kusumarini dan Embon (2020), air bersih di sekolah diperlukan untuk sanitasi yang memadai dan membangun perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dengan demikian, penting bagi setiap sekolah untuk memiliki akses terhadap sumber air yang layak.
Dalam penelitian tersebut, terungkap bahwa penyebab kurangnya penyediaan air bersih di lingkungan sekolah adalah tidak ada sumber air yang ada di dekat sekolah. Oleh karena itu, pihak sekolah banyak yang melakukan penampungan air hujan untuk mencegah kekeringan.
Tanpa akses air bersih yang memadai, kebersihan di lingkungan sekolah menjadi terganggu dan meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Sanitasi yang buruk juga dapat membuat siswa merasa tidak nyaman sehingga mengurangi tingkat konsentrasi dalam belajar.
Lebih lanjut, kurangnya akses air bersih mengakibatkan terbatasnya kegiatan dasar seperti minum, mencuci tangan, atau membersihkan toilet, yang secara keseluruhan menurunkan kualitas lingkungan belajar dan kesejahteraan siswa serta guru.
Baca Juga: World Water Forum ke-10 Lahirkan Berbagai Kesepakatan Strategis Redam Krisis Air