Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa masalah kesehatan mental telah menjadi PR yang belum terselesaikan bagi Indonesia. Apalagi di masa pandemi COVID-19, terutama di tahun 2021 dan 2022, angka penderita kesehatan mental di Indonesia terus meningkat.
Nyatanya, pandemi tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, melainkan juga pada kesehatan mental. Melansir Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di tahun 2018, sebanyak lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan kesehatan mental dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi. Angka tersebut diperkirakan terus meningkat hingga saat ini.
Laporan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) di tahun 2022 menyebutkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia, setara dengan 15,5 juta remaja, mengalami paling tidak 1 masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir.
Masalah kesehatan mental yang mendominasi remaja Indonesia adalah kecemasan. Sebanyak 26,7% dari responden dari I-NAMHS mengalami kecemasan. Urutan kedua adalah masalah terkait pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas atau yang biasa dikenal dengan ADHD.
Depresi menjadi masalah kesehatan mental ketiga yang dialami oleh remaja Indonesia, dengan nilai sebesar 5,3%. Posisi keempat dan kelima dipegang oleh masalah perilaku dengan 2,4% dan stres pasca-traume dengan 1,8%.
Meski begitu, sayangnya, hanya 2,6% dari remaja dengan masalah kesehatan mental yang pernah mengakses layanan konseling khusus. Sisanya masih kurang berani untuk pergi berobat ke dokter atau psokolog.