Hunian layak merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat untuk memenuhi kehidupan yang sejahtera. Hal ini juga disuarakan menjadi salah satu dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Indikator SDGs nomor 11.1 menargetkan pada tahun 2030, semua orang mendapatkan akses terhadap perumahan dan layanan dasar yang layak, aman, dan terjangkau serta memperbaiki kawasan kumuh.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan ketahanan bangunan yang layak terus meningkat selama lima tahun terakhir. Salah satu aspek penting untuk membangun hunian layak adalah ketahanan bangunan. Ketahanan bangunan dapat ditentukan dari bahan bangunan utama yang digunakan seperti atap, dinding, dan lantai rumah terluas.
Berikut adalah bahan bangunan yang memenuhi syarat ketahanan bangunan untuk digunakan sebagai atap, dinding, dan lantai rumah:
- Atap: beton, genteng, seng, atau kayu/sirap
- Dinding: tembok, plesteran anyaman bambu/kawat, kayu/papan, atau batang kayu
- Lantai: marmer/granit, keramik, parket/vinyl/karpet, ubin/tegel/teraso, kayu/papan, atau semen/bata merah
Apabila salah satu di antara bahan bangunan atap, dinding atau lantai tidak memenuhi syarat, maka rumah/tempat tinggal tidak memenuhi syarat ketahanan bangunan.
Pada tahun 2020, sebanyak 82,20% rumah tangga telah tinggal di rumah dengan ketahanan bangunan yang layak. Masuk ke tahun 2021, persentase tersebut sedikit meningkat ke angka 82,47%. Selanjutnya, pada 2022 persentase rumah tangga yang tinggal di rumah yang memenuhi syarat ketahanan bangunan menyentuh angka 82,53%.
Berlanjut pada 2023, sebanyak 83,92% rumah tangga telah tinggal di rumah yang telah memenuhi syarat ketahanan bangunan. Pada 2024, persentase tersebut meningkat mencapai angka tertinggi selama lima tahun terakhir yaitu 84,71%.
Baca Juga: 10 Provinsi dengan Kepemilikan Rumah Sendiri Terendah 2023