Pada bulan Desember 2023 lalu, terdapat 18,07 juta entitas penerima pinjaman online (pinjol) di Indonesia. Total nilai pokok pinjaman atau utang yang masih berjalan (outstanding loan) bahkan mencapai Rp59,64 triliun. Menariknya, provinsi dengan total utang pinjol terbesar di akhir 2023 lalu jatuh kepada Jawa Barat.
Secara nasional, total utang pinjol dari Jawa Barat berkisar Rp16,59 triliun, setara dengan 27,82% dari total utang pinjol Indonesia. DKI Jakarta menduduki posisi kedua dengan total utang sebesar Rp11,24 triliun, setara dengan 18,85% dari utang pinjol nasional.
Provinsi yang utang pinjolnya tinggi kebanyakan berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, hingga Sumatra Selatan.
Sementara itu, provinsi dengan entitas pengutang pinjol terendah jatuh kepada Papua Barat, dengan total utang sebesar Rp54,78 miliar. Maluku Utara mengikuti dengan Rp67,57 miliar, disusul Kalimantan Utara dengan Rp68,51 miliar.
Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa sepanjang Desember 2023, tingkat keberhasilan bayar (TKB90) dari pengguna layanan pinjol di Indonesia secara kumulatif ada di angka 97,07%. Hal ini berarti bahwa 97 dari 100 pengutang berhasil membayar kembali utangnya dalam jangka waktu 90 hari setelah waktu jatuh tempo.
Meski begitu, tingkat wanprestasi (TWP90) ada di angka 2,93%. Hal ini berarti 3 dari 100 pengguna layanan pinjol tidak mampu membayar utangnya dalam jangka waktu 90 hari setelah waktu jatuh tempo. Total nominalnya mencapai Rp1,75 triliun, meningkat Rp82 miliar atau sekitar 4,92% (month-on-month).
Secara kelompok usia, kasus kredit macet ini paling banyak terjadi di kelompok usia 19-34 tahun, dengan nilai total gagal bayar utang sebesar Rp730 miliar. Lebih lanjut, laki-laki lebih banyak gagal membayar utang ketimbang perempuan.