Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan yang menjadi tempat berlangsungnya beragam aktivitas bisnis. Selain perusahaan besar kenamaan, perusahaan rintisan (start-up) pun menjamur di wilayah ini. Itulah mengapa Jabodetabek dipandang sebagai tempat ideal untuk berkarier, tidak hanya bagi pekerja rantau, tetapi juga penduduk asli.
Tidak jarang, pekerja di Jabodetabek mesti menempuh jarak puluhan kilometer untuk menuju tempat kerja lantaran berada di wilayah administratif yang berbeda dengan tempat tinggal. Pekerja yang pulang-pergi melintasi batas kabupaten/kota kurang dari 24 jam ini disebut komuter. Menurut data BPS, pada 2019, hampir 10% penduduk Jakarta adalah komuter.
Mengingat mobilisasi non-permanen para komuter dilakukan setiap hari, infrastruktur dan moda transportasi umum (transum) yang memadai menjadi sangat krusial. Sayangnya, para komuter masih merasa bahwa moda transum di Jabodetabek belum cukup untuk menunjang pergerakan mereka.
Survei Komuter Jabodetabek 2023 menunjukkan bahwa komuter Jabodetabek yang menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi proporsinya mencapai 79,02% dan untuk pulang sebesar 77,93%.
Komuter yang menggunakan transum untuk pergi proporsinya sebesar 19,52% dan 20,40% untuk pulang. Komuter yang memilih berjalan kaki atau bersepeda bahkan tidak sampai 2%, baik untuk pergi maupun pulang.
Lebih lanjut, 96% komuter mengaku bahwa mereka tidak ingin beralih menggunakan moda angkutan umum. Alasannya beragam, mulai dari keamanan hingga soal efisiensi. Mayoritas komuter merasa menggunakan kendaraan umum kurang praktis. Waktu tempuh dan tunggunya pun lama, belum lagi biaya yang dirasa lebih mahal.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan preferensi transportasi penduduk di kota-kota Asia Timur. Studi Rafael Prieto-Curiel dan Juan Pablo Ospina menunjukkan bahwa kendaraan umum lebih digandrungi di Hongkong (77%); Seoul, Korea Selatan (66%); dan Tokyo, Jepang (51%). Negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina menariknya memiliki proporsi yang nyaris seimbang antara preferensi mobilisasi dengan kendaraan pribadi dan transum.
Minimnya minat para komuter Jabodetabek untuk beralih dari kendaraan pribadi menegaskan bahwa perlunya perhatian khusus terhadap infrastruktur dan moda transum. Pembenahan dan peningkatan di sektor tersebut kemungkinan besar akan sejalan dengan tumbuhnya ketertarikan komuter dan masyarakat luas untuk menggunakan transum, berjalan kaki, atau bersepeda. Lebih penting lagi, di samping berdampak baik terhadap lingkungan, peralihan kebiasaan ini juga bermanfaat untuk fisik dan mental.
Baca Juga: Mayoritas Pekerja Komuter Indonesia Gunakan Kendaraan Pribadi