Salah satu pernyataan menarik dilontarkan calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, dalam pagelaran debat cawapres ke-2, Minggu (21/1/2024) bertemakan pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Dalam kesempatan itu, Mahfud MD mengungkapkan keprihatinannya dengan jumlah petani Indonesia yang terus menurun.
“Lahan berkurang, petani berkurang. Orang desa tidak mau lagi menjadi petani. Karena justru rugi, terkadang kalau mau mendapat pupuk bersubsidi dipersulit bukan main," ujarnya dengan khawatir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memang menunjukkan adanya tren penurunan jumlah petani di Indonesia. Pada tahun 2013, jumlah petani Indonesia mencapai 31.705.295 unit. Nilai tersebut turun 7,45% di tahun 2023 ini menjadi 29.342.202. Adapun jumlah tersebut merupakan jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP).
Tidak hanya itu, BPS juga mengungkapkan bahwa semakin tahun, semakin sedikit proporsi pemuda Indonesia yang bekerja sebagai petani. Di tahun 2013, terdapat 26,54% pemuda yang bekerja sebagai petani. Nilai tersebut turun di tahun 2023 menjadi hanya 19,2%. Indonesia diduga mengalami darurat petani muda, yang tentunya mengancam keberlangsungan pangan di masa depan.
Hasil survei Jakpat mengungkapkan bahwa hanya ada 6 dari 100 pemuda berusia 15-26 tahun yang mau bekerja sebagai petani. Beberapa alasan anak muda tidak lagi ingin menjadi petani adalah karena tidak adanya pengembangan karir, risikonya tinggi, pendapatannya rendah, sering merasa tidak dihargai dan juga tidak menjanjikan.
Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, mengingat hingga saat ini kesejahteraan petani masih menjadi topik yang dibahas dimana-mana. Bahkan, menurut ASEAN Statistics Division, proporsi tenaga kerja pertanian di Indonesia berada di urutan ke-6 di Asia Tenggara, sebesar 29,8%. Apabila minat terhadap sektor pertanian dari anak muda terus menurun, maka regenerasi takkan tercapai, yang membuat Indonesia benar-benar darurat petani.