Aksi "Peringatan Darurat Indonesia" telah terlaksana di berbagai kota di Indonesia sejak 22 Agustus 2024. Penyebaran informasi yang komprehensif dan kolektif dari berbagai unsur lapisan masyarakat berhasil menggerakkan hati rakyat untuk turun ke jalan dengan tujuan yang sama.
Jakarta, tempat berdirinya Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), menjadi titik aksi dari ribuan masyarakat yang hadir untuk mengutarakan keresahan mereka. Tidak hanya Jakarta, aksi juga dilaksanakan di kota-kota besar lainnya seperti Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Semarang, dan lain-lain.
Selain memiliki tujuan dan tuntutan yang sama, aksi massa di berbagai kota di Indonesia juga mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat kepolisian. Sebagian besar aksi berakhir dengan kericuhan dan pelemparan gas air mata serta water cannon oleh aparat kepolisian, tak terkecuali di Jakarta.
Berbagai organisasi non-pemerintah atau NGO menyoroti tindakan aparat kepolisian dalam menanggapi massa aksi. Indonesian Corruption Watch (ICW) telah berhasil menelusuri riwayat pembelian gas air mata oleh kepolisian dalam rentang waktu Desember 2023 sampai Februari 2024.
Dalam rilis pers ICW, disebutkan bahwa kepolisian telah menghabiskan Rp188,9 miliar untuk perlengkapan tersebut. Adapun rincian dari pembelian tersebut adalah multiple grenade launcher 32 shell, pelontar dan amunisi gas air mata, amunisi khusus kejut cahaya dan asap, pengadaan cartridge pengendali massa asap, serta amunisi penanggulangan huru-hara (PHH).
Riwayat pembelian tersebut diperoleh dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) milik Polri. Lebih lanjut, ICW juga mempertanyakan urgensi dan akuntabilitas kepolisian dalam pengadaan perlengkapan gas air mata dalam jumlah yang fantastis.
Baca Juga: Bagaimana Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Polisi?