Lulusan SMK Lagi-lagi Sumbang Pengangguran Tertinggi 2025, Apa Solusi Kemnaker?

TPT lulusan SMK capai 8%, Kemnaker rancang program School-to-Work Transition guna mengatasi kesenjangan antara pendidikan kejuruan dan industri.

Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan yang Ditamatkan (Februari 2025)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
GoodStats

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK mencapai 8%, lebih tinggi dibandingkan jenjang pendidikan lainnya.

Sebagai perbandingan, TPT lulusan Sekolah Dasar (SD) ke bawah tercatat 2,32%, lulusan SMP sebesar 4,35%, SMA 6,35%, Diploma I/II/III sebesar 4,83%, dan lulusan universitas (Diploma IV, S1, S2, S3) sebesar 6,23%.

Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Data Sakernas Februari 2024 menunjukkan TPT lulusan SMK sebesar 8,62%, dan pada Februari 2023 sempat mencapai 9,60%. Ini menandakan bahwa lulusan SMK secara konsisten menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi di Indonesia.

Padahal, SMK dirancang agar para siswanya siap kerja begitu lulus. Kenyataan yang bertolak belakang ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa lulusan SMK justru sulit terserap di dunia kerja?

Menjawab hal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan solusi melalui program School-to-Work Transition. Hal ini disampaikan saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, pada Senin (5/5/2025).

“Menjawab itu semua, jadi kita sedang menuntaskan paket program school to work transition dengan empat tema ini, kami ingin tema-tema ini menjadi unggulan pelatihan tahun ini,” ujar Yassierli.

Empat tema tersebut meliputi:

  1. Smart Operation, yaitu pelatihan optimasi operasional perusahaan untuk meningkatkan produktivitas;
  2. Smart Creative IT Skills, yaitu pelatihan keterampilan kreatif berbasis teknologi informasi;
  3. Agroforestry, yaitu pelatihan pemanfaatan hutan sosial untuk ekosistem agroindustri;
  4. Green Jobs, yaitu pelatihan operator dan teknisi teknologi hijau.

Menurut paparan Kementerian Ketenagakerjaan, program ini dirancang sebagai respons terhadap fakta bahwa:

  • Tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada kelompok usia 19–24 tahun;
  • Lulusan SMK menempati proporsi tertinggi dalam kelompok pengangguran;
  • Terjadi mismatch antara keahlian yang diajarkan dan kebutuhan industri.

Dalam presentasi tersebut juga diungkap bahwa beberapa jurusan SMK memiliki tingkat pengangguran jauh di atas rata-rata nasional. Jurusan maritim misalnya, memiliki tingkat pengangguran 23,4%, disusul energi dan pertambangan (22,4%), layanan kesehatan dan sosial (22,2%), teknologi informasi dan komunikasi (20,3%), serta teknologi dan rekayasa (17,7%).

Untuk menjembatani transisi dari sekolah ke dunia kerja, program School-to-Work Transition ini memiliki empat skema penempatan:

  • Pelatihan online berdurasi 1 minggu;
  • Pelatihan offline di Balai Latihan Kerja (BLK) selama 2 minggu (didanai oleh Kemnaker);
  • Pelatihan kolaboratif Industri + BLK selama 3 bulan (didanai mitra industri melalui skema insentif);
  • Sertifikasi BLK (juga didanai industri).

Pemerintah berharap dengan program ini, kesenjangan antara pendidikan kejuruan dan dunia kerja bisa dijembatani secara nyata, sehingga lulusan SMK benar-benar siap memasuki pasar kerja sesuai kebutuhan industri masa kini.

Baca Juga: Jumlah Pengangguran Indonesia Naik per Maret 2025

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook