Berdasarkan survei persepsi publik yang dilakukan oleh Litbang Kompas tentang wacana penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rangka menyelidiki dugaan kecurangan pada Pilpres di Pemilu 2024, mayoritas masyarakat setuju agar DPR menggunakan hak angket tersebut, yakni sebanyak 62,2%.
Survei terhadap 512 responden dengan data yang dikumpulkan pada 26-28 Februari 2024 ini menunjukkan bahwa publik yang menyetujui hak angket tersebut tidak hanya berasal dari mereka yang mengikuti isu atau pemberitaan terkait hak angket. Banyak masyarakat yang awam dan tidak mengikuti isu ini pun turut menyetujuinya.
Namun, terdapat temuan lain dalam survei ini, yakni adanya kekhawatiran publik terhadap pemakzulan atau pemberhentian presiden akibat hak angket tersebut. Sebanyak 49,5% responden mengaku khawatir terjadi pemakzulan presiden, sebanyak 40,6% merasa tidak khawatir, dan 9,9% menjawab tidak tahu.
Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu dalam laporannya tersebut mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang muncul dalam survei ini cenderung lebih tampak dari kelompok responden yang tidak menyetujui adanya hak angket DPR.
Sebagai informasi, hak angket DPR adalah hak istimewa DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan perundang-undangan.
Untuk menyelenggarakan hak angket DPR, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 199 Ayat 1 hingga Ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2014. Tiga syarat tersebut adalah:
- Hak angket harus diusulkan minimal oleh 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
- Pengusulan hak angket menyertakan dokumen yang memuat materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki.
- Mendapat persetujuan Rapat Paripurna DPR yang dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan dari separuh jumlah anggota yang hadir.
Adapun, hingga Jumat (8/3), terdapat 50 tokoh yang mendesak para ketua umum (ketum) partai politik (parpol) untuk mengajukan hak angket pemilu agar dapat menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024.
Mereka menilai bahwa kecurangan tersebut sudah terjadi sejak sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tokoh-tokoh tersebut mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.