Liburan dikenal sebagai salah satu aktivitas yang menelan biaya besar. Mulai dari biaya penginapan hingga aktivitas dan makanan, semuanya membutuhkan uang yang tidak sedikit. Apalagi, harga-harga yang ditawarkan cenderung naik di musim liburan. Masyarakat harus mengeluarkan banyak uang untuk bisa berlibur dengan nyaman. Lantas, bagaimana pengaruh kenaikan harga terhadap daya beli masyarakat di kala liburan?
Deloitte menerbitkan 2024 Retail Holiday Report. Laporan ini menyorot perubahan perilaku konsumen dan dampaknya terhadap penundaan dan pengurangan jumlah konsumsi masyarakat, terkhusus saat musim liburan. Deloitte menganalisis data dari 1.000 orang Australia dari berbagai latar belakang yang berbeda dan mengangkat berbagai macam isu, mulai dari perubahan perilaku konsumen hingga kekhawatiran ritel di masa depan.
Salah satu isu yang diangkat oleh Deloitte adalah persepsi konsumen terhadap inflasi dan pengaruhnya terhadap jumlah pembelanjaan konsumen di masa liburan.
Sekitar 39% responden memilih untuk mengurangi jumlah belanja barang dan jasa pada hari libur imbas dari kekhawatiran akibat inflasi. Bahkan, 9% responden memilih untuk mengurangi belanja barang dan jasa secara signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, inflasi tidak mempengaruhi 39% responden yang tetap memilih untuk berbelanja seperti tahun sebelumnya. Bahkan, 10% responden tercatat akan menambah jumlah pembelanjaan dan 3% lainnya memilih untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang jauh lebih besar dari tahun sebelumnya.
Deloitte turut mengungkapkan bahwa inflasi memengaruhi kesejahteraan finansial masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran jangka panjang. Perubahan harga yang bergerak cepat tidak sebanding dengan kemampuan adaptasi finansial masyarakat. Imbasnya, walaupun harga mulai membaik, namun daya beli masyarakat belum bisa kembali pulih sepenuhnya. Hal ini menuntut perusahaan untuk beradaptasi dengan dinamika daya beli masyarakat yang fluktuatif.
Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Inflasi Meningkat di Beberapa Wilayah