Krisis keuangan global yang terjadi pada 2008 silam membuat perekonomian dunia lesu. Amerika Serikat dan Inggris secara resmi dinyatakan mengalami resesi. Tidak lama berselang, Tiongkok menyusul lantaran nilai ekspornya menurun drastis.
Dampak krisis moneter tersebut juga tidak luput dirasakan Indonesia. Kala itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot tajam, kinerja pasar obligasi melemah, dan banyak bank mengalami krisis likuiditas. Mengingat betapa masif pengaruhnya di berbagai sektor, krisis ini digadang-gadang sebagai masalah perekonomian terburuk sejak Depresi Besar.
Setelah lebih dari satu dekade berlalu, UBS mencatat bahwa kekayaan global telah meningkat dengan stabil. Kekayaan rata-rata per orang di banyak negara pun tumbuh. Meskipun demikian, dalam laporan bertajuk Global Wealth Report 2024 itu, UBS juga menyatakan lonjakan ketimpangan pendapatan di sejumlah negara.
Dari 29 negara yang dieksplorasi, UBS melaporkan sebanyak 18 negara mengalami peningkatan kesenjangan pendapatan sejak 2008. Kondisi itu terjadi di Amerika Latin dan sebagian besar negara di Eropa Timur dan Asia.
UBS menggunakan koefisien Gini dengan skala 0 hingga 100. Angka 0 menunjukkan kesetaraan sempurna. Artinya, setiap orang memiliki jumlah kekayaan yang sama rata. Sebaliknya, angka 100 menunjukkan ketimpangan mutlak. Ini berarti satu orang memiliki seluruh aset, sementara yang lainnya tidak sama sekali.
Berdasarkan pengukuran tersebut, negara yang mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan tertinggi adalah Singapura. Pada 2008, koefisien Gini Negeri Singa tersebut berada di angka 57, kemudian melonjak 22,9% menjadi 70 pada 2023.
Urutan kedua diduduki Finlandia dengan peningkatan sebesar 21%. Koefisien Gini Finlandia pada 2008 tercatat sebesar 53, lalu melesat di angka 64 pada 2023. Spanyol mengekor dengan peningkatan sebesar 19,8%. Koefisien Gini Spanyol pada 2008 sebesar 47, lantas menanjak hingga 57 pada 2023.
Posisi berikutnya secara berurutan diisi oleh Afrika Selatan (17,7%), Brasil (16,8%), India (16,2%), dan Indonesia (15,1%). Pada 2008, koefisien Gini Indonesia berada di angka 59, 15 tahun kemudian angkanya meningkat hingga 68.
Di lain sisi, ada 11 negara yang distribusi pendapatannya kian merata. Perbaikan tertinggi diraih oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab meskipun angkanya masih tergolong tinggi.
Koefisien Gini Arab Saudi menurun 13,3%, sedangkan Uni Emirat Arab 12,4%. Pada 2008, koefisien Gini Arab Saudi tercatat sebesar 89, tidak jauh berbeda dengan Uni Emirat Arab yang memperoleh skor 88. Pada 2023, koefisien Gini kedua negara ini sama-sama menyentuh angka 77.
Baca Juga: 10 Provinsi dengan Ketimpangan Pendapatan Tertinggi 2024