Perceraian, bagi sebagian orang adalah jalan terakhir apabila pernikahan tidak dapat dipertahankan lagi. Meskipun pernikahan memuat janji sakral untuk bersama hingga maut memisahkan, nyatanya masih banyak pasangan yang memilih untuk bercerai.
Selama dua dekade ke belakang, tren angka perceraian dinilai cukup fluktuatif. Menurut World Population Review, diperkirakan ada 4-5 juta penduduk yang menikah setiap tahunnya di Amerika Serikat dan 42-53% dari pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian.
Di Indonesia, angka perceraian tiap tahunnya tidak berbeda jauh. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, angka perceraian Indonesia memuncak di tahun 2022 dengan 516.334 kasus. Sedangkan kasus perceraian paling sedikit terjadi tahun 2020 dengan 291.677 kasus.
World Population Review turut memuat data terkait negara dengan kasus perceraian tertinggi. Dalam lamannya, World Population Review mencatat bahwa tingkat perceraian dapat diukur dengan beragam cara, namun paling umum dihitung dari data sensus.
Perhitungan jumlah perceraian dengan jumlah penduduk pada tahun tertentu akan menghasilkan rasio perceraian secara kasar (crude divorce rate). Sementara itu, perhitungan jumlah perceraian dengan jumlah wanita yang menikah akan menghasilkan rasio perceraian yang lebih sederhana (refined divorce rate).
Data menunjukkan bahwa Republik Maladewa atau yang akrab disebut Maldives merupakan negara dengan tingkat perceraian tertinggi. Rasio perceraian di negara ini adalah 5.52. Itu berearti setiap tahunnya, 5.52 dari 1000 orang di Republik Maladewa bercerai dengan pasangannya.
Selain Republik Maladewa, World Population Review turut memperlihatkan sembilan negara lain dengan tingkat perceraian tertinggi. Sembilan negara tersebut adalah Kazakhstan (4,6), Rusia (3,9), Belarus (3,5), China (3,2), Moldova (3), Ukraina (2,9), Lituania (2,8), Siprus (2,6) dan Amerika Serikat (2,5).