Pengangguran Jadi "Pekerjaan" dengan Prevalensi Depresi Tertinggi di 2023

Berdasarkan data SKI di 2023, seseorang yang menganggur memiliki prevalensi depresi yang berobat sebesar 14,7%, yang lebih tinggi dibanding mereka yang bekerja.

Prevalensi Depresi yang Berobat Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Sumber: Survei Kesehatan Indonesia 2023
GoodStats

Berdasarkan definisi dari Kementerian Kesehatan RI, depresi merupakan suatu kondisi kesehatan mental yang ditandai oleh perasaan sedih yang berkelanjutan dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya dinikmati. Apabila tidak diobati sesegera mungkin, kondisi ini dapat mengarah kepada komplikasi yang lebih serius, misalnya peningkatan risiko bunuh diri, timbulnya gangguan kecemasan, bahkan memengaruhi hubungan interpersonal yang juga berkaitan dengan produktivitas kerja.

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023 memberikan data prevalensi depresi di Indonesia, yang kemudian dilihat variasinya berdasarkan jenis pekerjaan. Berdasarkan data prevalensi depresi pada individu yang berobat, kelompok yang paling terdampak adalah seseorang yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) dengan angka prevalensi sebesar 14,7%.

Prevalensi depresi yang berobat merupakan proporsi penduduk Indonesia berumur ≥15 tahun yang mengalami depresi dalam 2 minggu terakhir yang pernah berobat atau menjalani penanganan lainnya untuk gejala yang dialami, oleh dokter atau tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pun mencapai 4,28%, turun 0,63% poin dibanding Februari 2023.

Ada beberapa alasan mengapa seorang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki prevalensi depresi tertinggi. Menurut World Health Organization (WHO), seorang pengangguran tidak memiliki stabilitas finansial yang membuatnya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini memunculkan perasaan tidak aman akan masa depan. Selain itu, pekerjaan tidak hanya bicara soal penghasilan, tetapi juga pembentukan identitas sosial dan tujuan hidup sehari-hari.

"Stress dan penurunan kepercayaan diri terjadi karena stigma atau hilangnya struktur hidup yang diperoleh dari pekerjaan," ungkap David Finch, asisten direktur The Health Foundation.

Jenis pekerjaan seperti sektor pertanian, perikanan, serta buruh, sopir, dan pembantu rumah tangga juga memiliki prevalensi depresi yang juga tinggi, yaitu masing-masing 14,6%, 13,5%, dan 13,4%. Salah satu penyebab utama dari tingginya angka ini adalah penghasilan yang tidak menentu. Selain itu, beban kerja fisik yang berat dan jam kerja yang panjang tanpa jaminan kesejahteraan yang memadai semakin memperparah risiko stres dan depresi.

Untuk pegawai pemerintah (PNS, TNI, POLRI, BUMN, BUMD) dan pegawai swasta, prevalensi depresi masing-masing sebesar 11,4% dan 10,8%. Meskipun memiliki jaminan kerja dan kestabilan finansial yang lebih baik, ada faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kondisi depresi. Faktor tersebut dapat berupa tekanan dari sistem birokrasi, target kerja, dan budaya kerja yang kompetitif. 

Sementara itu, wiraswasta memiliki prevalensi depresi terendah sebesar 8,6%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kontrol yang lebih besar atas pekerjaan yang dimiliki, baik dari segi beban kerja, waktu, dan lainnya. Namun, menjadi wiraswasta pun juga dihadapkan pada risiko bisnis dan ketidakstabilan finansial.

Secara keseluruhan, terdapat hubungan yang erat antara kesehatan mental dan kondisi pekerjaan di Indonesia. Tekanan ekonomi dan ketidakpastian pekerjaan menjadi faktor utama yang memengaruhi prevalensi depresi di berbagai sektor pekerjaan.

Meski telah tersedia berbagai program untuk menurunkan angka permasalahan kesehatan mental di Indonesia, penyelesaian akar permasalahan seperti ketidakamanan ekonomi dan stres kerja tetap menjadi tantangan yang harus diatasi.

Baca Juga: Jumlah Pengangguran Indonesia 2024, Apakah PHK Massal Akan Berpengaruh?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook