Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KKP) No. 19 Tahun 2022, tingkat pemanfaatan lobster di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) berstatus sudah sepenuhnya tereksploitasi (fully exploited) dan bahkan lebih dari setengahnya dieksploitasi secara berlebih (over-exploited).
Dari kesebelas WPP, WPP 573 yang meliputi Samudra Hindia di bagian selatan Pulau Jawa hingga Laut Timor bagian Barat, menduduki peringkat pertama dalam eksploitasi berlebih terhadap lobster. Dengan ambang batas maksimal tingkat pemanfaatan adalah 1, nilai tingkat pemanfaatan di wilayah tersebut mencapai 2,0. Pengurangan upaya penangkapan sangat diperlukan meninjau sekalipun potensi perikanan lobster di daerah tersebut merupakan kedua yang terbesar di Indonesia (1.563 ton).
Pengurangan upaya penangkapan juga perlu dilakukan bagi WPP 572 (Samudra Hindia di barat Sumatra dan Selat Sunda) yang memiliki potensi sebesar 2.722 ton, tetapi tingkat pemanfaatannya (1,6) melebihi ambang batas.
Sementara itu, WPP 712 (Laut Jawa), WPP 716 (Laut Sulawesi dan Utara Halmahera), WPP 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudra Pasifik di Utara Papua), dan WPP 718 (Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur) juga tidak boleh luput dari pengawasan.
Hal ini karena dengan rata-rata potensi sekitar 1.200 ton, tingkat pemanfaatan keempat wilayah tersebut berada di rentang 0,5-1 yang artinya sudah sepenuhnya tereksploitasi sehingga selain perlu mempertahankan upaya penangkapan, pengawasan ketat juga perlu mengiringi.
Pengawasan yang ketat dan pengurangan upaya penangkapan tentu sangat diperlukan. Meski saat ini potensi lobster Indonesia mencapai ribuan ton, bukan tidak mungkin eksploitasi berlebih dapat mematikan potensi tersebut.