Berdasarkan laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat 2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk yang pernah menjadi korban kejahatan mengalami penurunan tipis dalam 4 tahun terakhir. Sepanjang tahun 2020, terdapat 0,78% penduduk yang menjadi korban kejahatan. Proporsinya menurun di 2021 menjadi 0,47%, namun naik di 2022 mencapai 0,53%. Di 2023, persentase penduduk yang menjadi korban kejahatan turun menjadi 0,45%.
Persentase korban kejahatan biasa digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan di suatu negara. Secara utuh, kesejahteraan berkaitan dengan rasa aman. Penduduk dinilai sejahtera secara lahir dan batin ketika keamanannya terjamin dari macam-macam gangguan dan ancaman, dari siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Salah satu indikator yang dapat mencerminkan kesejahteraan adalah banyaknya korban kejahatan seperti kejahatan kekerasan (penganiayaan), kejahatan properti (pencurian), kejahatan seksual (pelecehan seksual), dan lain sebagainya.
Meski telah menurun, masih adanya korban kejahatan menunjukan bahwa tingkat kriminalitas di tanah air masih harus diwaspadai. Menurut Putra dkk. (2020), faktor yang memengaruhi terjadinya kriminalitas terbagi dua. Pertama adalah faktor internal yang meliputi faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak, faktor ketenagakerjaan (pengangguran atau memiliki pekerjaan), dan faktor taraf kesejahteraan. Kedua ada faktor eksternal yang meliputi faktor pendidikan, faktor pergaulan, dan pengaruh lingkungan.
Statistik tentang persentase korban kejahatan dapat menjadi acuan untuk langkah pencegahan, seperti peningkatan patroli keamanan di daerah-daerah rawan. Selain itu, data ini juga dapat menjadi bahan analisis penelitian sosial untuk memahami pola kejahatan.
Baca Juga: Pencurian Jadi Kejahatan Paling Masif di Indonesia