Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa pekerja bebas berbasis digital merupakan pekerja yang secara individual melakukan pekerjaan lewat platform digital. Artinya, mereka tidak bergantung pada pemberi kerja atau bisa dibilang self-employed.
Jika pekerja lain dibayar berdasarkan jam kerja, pekerja tipe ini dibayar berdasarkan jumlah barang atau layanan yang dilakukan. Akibatnya, penghasilan pekerja bebas cenderung tidak stabil, meski ada keuntungan berupa fleksibilitas jam dan lokasi kerja.
Pemanfaatan platform digital pun membuat pekerja di perkotaan punya kesempatan lebih besar untuk jadi pekerja bebas berbasis digital dibanding mereka yang tinggal di pedesaan karena akses internet yang lebih baik dan mendukung.
Per 2023, BPS mencatat ada 29,87% pekerja bebas berbasis digital yang bekerja di sektor konstruksi. Jika dibandingkan dengan total persentase sektor-sektor pekerja bebas berbasis digital di bidang jasa, jumlah ini nyatanya masih kalah.
Sektor jasa lainnya tercatat menyerap 14,99% pekerja, jasa perdagangan menarik 14,74% pekerja bebas berbasis digital, dan jasa transportasi berhasil menyerap 12,75%.
Jika digabungkan, sekitar 40% pekerja bebas berbasis digital datang dari sektor jasa. Ini dipengaruhi oleh kecocokan pola kerja di sektor tersebut dengan sistem kerja digital. Contoh pekerjaan dalam sektor bidang jasa, yakni layanan penerjemah, desain, pengembangan software, layanan taksi online, dan pekerjaan rumah tangga.
Keunikan sektor ini adalah pekerja dengan keahlian yang tinggi lebih dibutuhkan dibanding pekerja dengan pendidikan formal yang baik. Pekerja biasanya dinilai berdasarkan keterampilan dan profil mereka, serta track record dari pengalaman sebelumnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tertentu.
Selain sektor tersebut, pekerja bebas berbasis digital juga diserap oleh lapangan usaha lainnya (14,99%), perdagangan besar, eceran, dan reparasi mobil dan motor (14,74%), serta industri pengolahan (9,87%).
Maraknya digitalisasi membuat minat penduduk untuk menjadi pekerja bebas berbasis digital cukup tinggi, terutama di kalangan usia 20-29 tahun. Namun, pekerjaan ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan pekerja.
“Perubahan di bidang ketenagakerjaan ini memunculkan masalah baru seperti jam kerja yang tinggi, upah yang rendah, minimnya jaminan sosial pekerja, dan rendahnya keikutsertaan pekerja untuk berserikat,” tulis BPS dalam laporannya.
Baca juga: Kerja Remote: Lebih Nyaman atau Malah Kurang Efektif?