Tingkat kegemaran membaca masyarakat Bali yang tergolong tinggi ternyata belum sepenuhnya mencerminkan kemampuan literasi dasar di seluruh wilayahnya. Di Kabupaten Buleleng, misalnya, masih ditemukan ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang belum bisa membaca dengan lancar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mengungkapkan bahwa ada 363 siswa SMP yang teridentifikasi memiliki kemampuan membaca rendah.
“Rinciannya, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori Tidak Lancar Membaca (TLM),” ujarnya pada Rabu (16/4/2025).
Ariadi menjelaskan bahwa permasalahan ini dipicu oleh berbagai faktor. Seperti motivasi belajar rendah, pembelajaran yang tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurang dukungan dari keluarga.
Tak hanya faktor internal, sejumlah penyebab eksternal turut berperan, seperti efek jangka panjang dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan kesenjangan literasi yang belum tuntas sejak jenjang sekolah dasar (SD). Masalah ini dinilai menjadi cerminan rendahnya tingkat literasi di kalangan pelajar.
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, I Made Sedana, memberi saran supaya dilakukan pemetaan awal terhadap kondisi siswa untuk memastikan kebutuhan masing-masing individu.
“Apakah siswa tersebut berkebutuhan khusus atau bagaimana. Selain itu, pola mengajar guru juga harus dicermati, apakah sistem administrasi menyebabkan guru sibuk dan abai dalam melakukan pengajaran,” kata dia.
Ia juga menyoroti pengaruh media sosial dan gim terhadap kebiasaan belajar siswa.
“Anak-anak atau para siswa sekarang lebih senang bermedia sosial atau bermain game yang justru tidak mengedukasi,” ungkapnya.
Kebiasaan ini bahkan dinilai berdampak pada keterampilan menulis.
“Karena ada anak-anak yang lancar baca, tapi disuruh nulis dia tidak bisa. Waktu saya sodorkan handphone untuk mengetik, lancar sekali itu. Berarti ada budaya menulis yang hilang di kalangan anak muda,” lanjutnya.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat bahwa tingkat kegemaran membaca di Provinsi Bali mencapai 71,97%. Skor tersebut disusun berdasarkan beberapa komponen utama, seperti frekuensi membaca, durasi membaca, dan jumlah buku yang dibaca.
Kabupaten Buleleng sendiri mencatat skor 65,85%, atau berada di posisi keenam dari sembilan kabupaten/kota. Buleleng memiliki frekuensi membaca sekitar 5–6 kali per minggu, dengan jumlah buku yang dibaca sebanyak 3–4 per triwulan. Angka ini masih tertinggal cukup jauh dari Kabupaten Badung yang memimpin dengan skor 96,13%, frekuensi membaca 6 kali, dan jumlah buku terbaca sebanyak 6.
Rendahnya angka literasi fungsional di Buleleng, di tengah minat baca yang relatif tinggi, menjadi sinyal bahwa pembenahan sistem pendidikan harus lebih menyeluruh. Tidak cukup hanya meningkatkan minat baca, tapi juga memastikan proses pembelajaran berjalan efektif, inklusif, dan memperhatikan kondisi psikososial siswa.
Baca Juga: Survei GoodStats: Baru 1 dari 5 Orang yang Rutin Baca Buku Tiap Hari