Berdasarkan laporan The Sustainable Development Goals Report 2024 oleh United Nation (UN), Suriah menjadi negara dengan penduduk pengungsi terbanyak, yaitu mencapai 21 ribu orang per 100 ribu penduduk. Venezuela dan Sudan Selatan merupakan dua negara terbanyak setelah Suriah, masing-masing memiliki penduduk pengungsi sebanyak 17,3 ribu dan 17 ribu orang per 100 ribu orang.
Hingga akhir tahun 2023, tercatat terdapat 37,4 juta pengungsi di bawah mandat Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR). Mereka dipaksa mengungsi dari negara mereka akibat adanya perang, konflik, penganiayaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan peristiwa lain yang mengganggu ketertiban umum.
Konflik bersenjata, perang, atau kekerasan antar kelompok yang terjadi di beberapa negara menyebabkan banyak orang terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka demi keselamatan. Salah satunya seperti yang terjadi di Suriah.
Dilansir dari BBC, sebelum konflik dimulai, banyak warga Suriah telah mengeluh tentang tingginya pengangguran, korupsi, dan kurangnya kebebasan politik di bawah Presiden Bashar al-Assad.
Pada 2011, demonstrasi pro-demokrasi meletus di kota selatan Deraa. Hal ini terinspirasi oleh pemberontakan di negara-negara tetangga terhadap penguasa yang represif.
Ketika pemerintah Suriah menggunakan kekuatan mematikan untuk menumpas perbedaan pendapat tersebut, protes yang menuntut pengunduran diri presiden meletus di seluruh negeri.
Kerusuhan menyebar dan tindakan keras semakin intensif. Para pendukung oposisi mengangkat senjata, pertama untuk membela diri dan kemudian untuk membersihkan wilayah mereka dari pasukan keamanan.
Kekerasan meningkat dengan cepat dan negara itu terjerumus ke dalam perang saudara. Ratusan kelompok pemberontak bermunculan dan tidak butuh waktu lama bagi konflik itu untuk berubah menjadi lebih dari sekadar pertempuran antara warga Suriah yang mendukung atau menentang Assad.
Baca Juga: Negara Asal Pengungsi Terbanyak di Indonesia, Lebih Dari 50% Merupakan Warga Afghanistan
