Angka Pernikahan Terus Turun, Guru Besar UNAIR: Laki-laki Mapan Makin Sedikit

Guru Besar UNAIR menjelaskan perubahan peran perempuan di masyarakat dan kurangnya lelaki mapan menjadi salah satu faktor tren pernikahan di Indonesia menurun.

Tren Pernikahan di Indonesia

(Tahun 2018-2024)
Ukuran Fon:

Tren penurunan angka pernikahan di Indonesia terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang dihimpun dari 2018 hingga 2024, jumlah pernikahan tercatat menurun secara konsisten dari tahun ke tahun.

Pada 2018, angka pernikahan nasional masih berada di atas dua juta, tepatnya 2.016.171 pasangan. Namun, angka itu terus menurun hingga menyentuh 1.478.302 pernikahan pada 2024. Dalam kurun enam tahun, Indonesia kehilangan lebih dari 500 ribu pasangan yang menikah setiap tahunnya.

Fenomena ini turut menjadi perhatian kalangan akademisi, salah satunya Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Bagong Suyanto. Menurutnya, penurunan ini tidak bisa dilepaskan dari berubahnya posisi perempuan dalam masyarakat.

“Angka itu turun karena kesempatan perempuan untuk sekolah dan bekerja semakin terbuka lebar. Di samping itu ketergantungan perempuan juga menurun,” jelas Prof Bagong mengutip Unair, Jumat, (15/3/2024).

Ia menilai bahwa peningkatan akses terhadap pendidikan dan karier bagi perempuan secara tidak langsung membuat pernikahan tidak lagi menjadi tujuan utama dalam hidup mereka. Bagi banyak perempuan hari ini, pilihan untuk menunda atau bahkan tidak menikah dianggap lebih rasional dibanding menikah tanpa kesiapan atau alasan yang kuat.

Selain perubahan peran perempuan, Prof Bagong juga menyoroti faktor lain yang turut berkontribusi pada penurunan angka pernikahan: semakin sulitnya menemukan laki-laki yang mapan secara ekonomi.

“Keberadaan laki-laki mapan juga makin berkurang karena sekarang mencari pekerjaan semakin sulit,” paparnya.

Dalam pandangan sosiologis, keberadaan laki-laki dengan kondisi ekonomi yang stabil sering kali masih menjadi salah satu faktor penentu dalam keputusan menikah, baik dari sisi perempuan maupun tekanan sosial budaya.

Meski demikian, Prof Bagong tidak melihat tren ini sebagai sesuatu yang harus dikhawatirkan secara berlebihan.

“Fenomena ini hal yang wajar, konsekuensi yang tidak terhindarkan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa jika tren penurunan pernikahan terus berlangsung dalam jangka panjang, bukan tidak mungkin akan berdampak pada penurunan angka kelahiran. Namun, hal ini juga harus dilihat sebagai peluang untuk membangun masyarakat yang lebih setara.

“Menurunnya angka pernikahan itu wajar. Tidak ada yang harus diperbaiki. Tapi yang penting memastikan hal ini berdampak positif untuk memberdayakan perempuan dan masyarakat,” jelasnya.

Di akhir penjelasannya, Prof Bagong berharap fenomena ini tidak hanya dipandang sebagai tantangan, tetapi juga peluang.

“Menurunnya angka pernikahan harus beriringan dengan meningkatnya modal sosial masyarakat,” pungkasnya.

Baca Juga: Angka Pernikahan di Jakarta Capai 30% Jumlah Pernikahan 2024

Sumber:

https://www.bps.go.id/id/statistics-table/3/VkhwVUszTXJPVmQ2ZFRKamNIZG9RMVo2VEdsbVVUMDkjMw==/nikah-dan-cerai-menurut-provinsi.html?year=2024

https://unair.ac.id/guru-besar-unair-tanggapi-angka-pernikahan-di-indonesia-yang-semakin-menurun/

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook